![]() |
Buku Tari Beskalan karya Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn. (Foto ist.) |
Damariotimes. Sebagai bagian dari
komitmen Samsara Living Museum untuk melestarikan dan mempromosikan warisan
budaya Indonesia, kami bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan RI untuk
mengadakan Festival Kesusasteraan Samsara
pada 8-9 Maret 2025. Acara ini juga akan menampilkan berbagai buku menarik,
salah satunya adalah buku Tari Beskalan Putri
Malang: Asal Usul, Teknik, dan Makna Seni Pertunjukan Tradisional di Malang
karya Prof. Dr. Robby Hidajat, M.Sn. dari Universitas Negeri Malang. Buku ini
diterbitkan oleh Media Nusa Creative – Malang dan mengupas asal-usul, teknik,
serta makna mendalam dari tari tradisional Beskalan yang berasal dari Malang,
Jawa Timur.
Asal usul tari Beskalan tidak tercatat dengan jelas, namun
sejarahnya hanya dapat ditelusuri melalui cerita lisan (folklore) yang
diwariskan oleh para penari Beskalan. Salah satu sumber cerita adalah Mak
Riyati (alm), yang terakhir kali menarikan tari Beskalan pada tahun 1995 di
Padepokan Seni Mangundarmo, Kecamatan Tumpang. Selain itu, Pak Djupri, cucu
dari penari Beskalan terkenal pada tahun 1930-an, juga mengungkapkan bahwa tari
Beskalan yang pernah dipopulerkan oleh neneknya, Muskayah, adalah tari yang
sama dengan yang ditarikan saat ini.
Tari Beskalan yang dipertunjukkan oleh generasi nenek Pak Djupri
(Muskayah) adalah bentuk tarian yang legendaris dan diperkirakan pertama kali
dipertunjukkan pada tahun 1920-an. Pementasan terakhir yang terdokumentasi oleh
Padepokan Seni Mangundarmo masih memiliki nilai budaya yang tinggi, dengan
koreografi unik yang memikat. Pak Rasimon, salah satu tokoh penting dalam
pelestarian tari Beskalan, bahkan mereproduksi tari ini pada tahun 1992 untuk
penataran guru SD di Kabupaten Malang. Tari Beskalan yang ia pertunjukkan
kemudian dipelajari dan diajarkan oleh koreografer terkenal Didik Nini Thowok
dari Yogyakarta, yang memastikan kelestariannya dalam dunia seni tari modern.
Cerita tentang perjalanan Muskayah juga dibagikan dalam buku ini.
Muskayah, yang lahir pada 1920-an di Bale Sari, Malang, mulai berkarier sebagai
penari tandak (pertunjukan seni rakyat)
untuk Andong, sebuah pertunjukan tradisional. Ia dikenal dengan nama Sukanti
sebelum mengalami kesembuhan yang luar biasa dari penyakit yang tidak diketahui
penyebabnya. Dalam keadaan sakit tersebut, ia bermimpi bertemu dengan seorang
putri dari Kerajaan Mataram, Proboretno, yang mengajarkan tarian padanya.
Pertemuan gaib ini menginspirasi Sukanti untuk kembali menari dan mengganti
namanya menjadi Muskayah. Muskayah kemudian menjadi penari Andong yang
terkenal, dan tarian yang ia bawakan pun menjadi simbol kebangkitan dan
kekuatan dalam seni tari Malang. Ia bahkan tampil di luar daerah Malang,
seperti di Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang.
Tari Beskalan Putri Malang
bukan hanya sebuah buku, tetapi juga sebuah harta budaya yang menghubungkan
masa lalu dengan masa kini, memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang seni
tradisional Malang yang kaya ini. Festival dan pameran buku ini bertujuan untuk
memperkenalkan dan melestarikan tari Beskalan, memastikan kelanjutannya bagi
generasi mendatang.
Bergabunglah bersama
kami untuk merayakan warisan budaya ini di Samsara
Literary Festival pada Maret 2025 dan nikmati pengalaman mendalam tentang
tradisi tari legendaris Malang yang tak terlupakan.
Reporter : R.Dt.
Wah seru banget ada pameran buku Tari Beskalan. Keren sih, jadi makin banyak yang bisa tau sejarah dan makna di balik tarian khas Malang ini.
BalasHapus