![]() |
buku yang patut dibaca oleh masyarakat di Malang (Foto ist.) |
Damariotimes. Malang, Jawa Timur — Dalam dunia
seni pertunjukan tradisional, Wayang Topeng Malang (WTM) memiliki tempat
yang sangat istimewa. Sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia, WTM tumbuh
dan berkembang di Malang dengan menyuguhkan pertunjukan yang tidak hanya
menghibur tetapi juga mengandung makna budaya yang mendalam. Kini, buku
karya Prof Dr. Robby Hidajat, M.Sn. yang membahas secara komprehensif tentang WTM,
memberikan wawasan baru mengenai perjalanan panjang seni ini, serta dampak
sosial dan transformasi yang dialaminya sepanjang waktu. Buku ini
diterbitkan oleh Media Nusa Creative,
yang akan meluncurkan di bulan Feberuari 2025 mendatang.
Buku ini dimulai dengan kajian mendalam mengenai asal-usul Wayang Topeng
Malang. Sejak pertama kali muncul di kawasan Malang, seni ini telah menjadi sarana
untuk menyampaikan pesan moral, sosial, dan spiritual kepada masyarakat. WTM
memiliki fungsi sosial yang sangat penting, berperan sebagai alat
komunikasi dan simbol spiritual dalam kehidupan masyarakat sekitar. Bukan
sekadar hiburan, WTM telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dalam tradisi
dan upacara adat, seperti Gebyak Suguh Pundhen (ritual penyucian), Gebyak
Tolak Balak (ritual penangkal bala), dan Gebyak Ngamen (pertunjukan
untuk mencari nafkah).
Robby Hidajat, penulis buku ini, tidak hanya mengandalkan sumber-sumber
tertulis dalam menyusun bukunya. Ia juga melakukan wawancara langsung dengan
pelaku seni, yang memberikan informasi berharga tentang bagaimana WTM terus
hidup dan berkembang. Dari hasil wawancara tersebut, terungkap bahwa WTM memiliki
tempat khusus dalam kehidupan sosial masyarakat, baik sebagai sarana hiburan
maupun sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Salah satu tema utama yang diangkat dalam buku ini adalah transformasi
WTM. Seiring berjalannya waktu, bentuk dan fungsi seni pertunjukan ini
mengalami banyak perubahan. Dulu, Wayang Topeng Malang lebih dikenal sebagai
pertunjukan yang dilakukan untuk upacara adat atau sebagai bagian dari ritual
keagamaan. Namun, seiring dengan modernisasi dan perubahan sosial, WTM
mengalami pergeseran fungsi.
WTM kini tidak hanya dimainkan dalam konteks spiritual, tetapi juga sebagai
hiburan yang lebih luas. Salah satu contohnya adalah Gebyak Ngamen, di
mana para pemain WTM berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk
menghibur masyarakat sekaligus mencari nafkah. Transformasi ini menunjukkan
bagaimana seni tradisional ini dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, namun
tetap menjaga inti dari pesan yang ingin disampaikan.
Selain perubahan dalam bentuk pertunjukan, buku ini juga membahas tentang dampak
sosial dan ekonomi dari transformasi WTM. WTM bukan hanya sekadar
pertunjukan, tetapi juga menjadi pendorong bagi perekonomian lokal. Banyak
masyarakat yang terlibat dalam WTM, baik sebagai pemain, penonton, maupun
pengelola acara. Buku ini mengungkapkan bagaimana perubahan sistem sosial di
desa Kedungmangga—yang menjadi salah satu tempat tumbuhnya WTM—mempengaruhi
cara masyarakat berinteraksi dengan seni ini.
Dalam konteks ekonomi, WTM berkontribusi pada kehidupan ekonomi masyarakat
sekitar dengan menciptakan lapangan kerja dan memperkenalkan budaya lokal
kepada wisatawan. Ini menjadi bukti nyata bahwa seni tradisional, meski berusia
tua, tetap relevan dan bermanfaat dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat.
Melalui buku ini, Robby Hidajat juga mengajak pembaca untuk lebih
menghargai pelestarian budaya lokal. WTM merupakan salah satu contoh
bahwa seni tradisional dapat bertahan dan berkembang meskipun banyak tantangan
modernisasi. Buku ini juga memperlihatkan pentingnya peran masyarakat dalam
menjaga kelangsungan seni budaya, tidak hanya sebagai penikmat, tetapi juga
sebagai pelaku yang turut serta dalam pelestariannya.
Penulis mengharapkan agar Wayang Topeng Malang semakin dikenal luas
dan diapresiasi oleh generasi muda serta masyarakat umum. Dengan pemahaman yang
lebih dalam tentang sejarah dan fungsi sosial WTM, diharapkan masyarakat bisa
lebih sadar akan pentingnya melestarikan seni tradisional sebagai bagian dari
warisan budaya bangsa.
Reporter :
H. Gum
Editor : MAH
Wayang Topeng Malang tumbuh dan berkembang di Malang dengan menyuguhkan pertunjukan yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengandung makna budaya yang mendalam.
BalasHapusWayang Topeng Malang memiliki nilai historis dan filosofis yang kuat, bukan hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan media komunikasi sosial. Wayang Topeng Malang juga harus tetap relevan di era globalisasi dan bagaimana masyarakat setempat terus melestarikan seni ini agar tidak hilang ditelan zaman.
BalasHapusArtikel ini menarik karena mengulas transformasi Wayang Topeng Malang serta peran sosialnya dalam masyarakat. Pembahasannya memberikan wawasan tentang bagaimana kesenian tradisional tetap relevan di tengah perubahan zaman.
BalasHapuswayang topeng adalah kesenian yang harus terus dilestarikan oleh generasi generasi muda sekarang, dengan adanya buku wayang topeng malang karya Prof.Dr Robby Hidajat akan semakin mudah untuk kita mempelajarinya, kerennn proff👏🏻
BalasHapusKeren banget.. Wayang Topeng Malang ini bener-bener bukti kalau seni tradisional bisa terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Transformasi dan inovasi yang dilakukan bikin seni ini tetap relevan dan makin dikenal banyak orang.
BalasHapus