Pergelaran Wayang Topeng Malang: Seni Tradisional yang Memikat dan Penuh Makna

 

Tampilan wayang topeng di gedung DKM (Foto Helena)


Damariotimes. Malang, 28 Desember 2024. Di tengah modernisasi yang semakin pesat, seni tradisional Indonesia masih mampu menunjukkan daya tariknya yang tak lekang oleh waktu. Salah satu contoh yang menarik perhatian adalah pergelaran wayang topeng yang digelar oleh Sanggar Padma Puspita, pimpinan Santiu Peni Prasetyo, di Gedung Dewan Kesenian Malang (DKM) pada malam tanggal 28 Desember 2024. Pergelaran kali ini menghadirkan lakon berjudul Ronggeng Rara Jiwa dan Ronggeng Rara TangisSebagai penulis naskah dan pengatur laku: Hery Budiyanto, Penata iringan cicit Karimoen: Dimas Bagas Atmanadi, S.Sn. grup karawitan: Karimoen Center. Pergelaran ini  sukses menyedot perhatian penonton sekitar 200  orang, meskipun hujan gerimis sempat menguji ketahanan mereka.

Keunikan Pergelaran Wayang Topeng di Luar Komunitas

Yang menarik, pergelaran wayang topeng ini dihadiri oleh masyarakat umum yang mungkin belum terlalu mengenal seni tradisional ini. Hal ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan seperti wayang topeng bisa dinikmati oleh berbagai kalangan, tak terbatas pada penggemar seni tradisional saja. Bahkan, suasana yang lebih santai dan ramah, ditambah dengan adanya stan makanan dan minuman, menciptakan suasana yang lebih akrab dan menarik bagi penonton yang lewat bagian samping panggung.

Salah satu daya tarik utama dari pergelaran ini adalah penampilan para penari dan dalang yang terlibat. Penari-penari merupakan siswa dari Sanggar Padma Puspita ini menunjukkan kemampuan luar biasa dalam membawakan karakter peran mereka. Gerakan-gerakan yang mereka tunjukkan terasa hidup dan sebagaimana penari tradisional di daerah Kabupaten Malang, meskipun dominasi penari wanita. Hal ini membuktikan bahwa seni wayang topeng tidak hanya bisa diidentikkan dengan budaya laki-laki saja, tetapi juga dapat diekspresikan dengan penuh keindahan oleh penari perempuan.

Prolog yang Menyentil dan Penuh Makna

Keunikan lain dari pergelaran ini adalah prolog yang dibawakan oleh perempuan Jawa dengan mengenakan kostum tradisional desa. Prolog ini tidak hanya berfungsi untuk memperkenalkan jalan cerita, tetapi juga menyisipkan pesan-pesan satir yang disampaikan dengan bahasa Jawa khas. Meskipun bagi sebagian penonton muda mungkin sulit memahami subtansi dari satir tersebut, mereka yang sudah terbiasa dengan dunia seni pertunjukan di Malang bisa merasakan adanya kritik halus yang disampaikan oleh sang pembicara. Prolog ini seakan memberi isyarat, atau bahkan peringatan, terhadap berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat, meski disampaikan dengan cara yang penuh dengan kearifan lokal; tampil secara sopan.

Lakon yang Menceritakan Ketidakstabilan Sosial dan Politik

Lakon Ronggeng Rara Jiwa dan Ronggeng Rara Tangis mengusung tema klasik yang sarat dengan pesan-pesan moral. Kisah ini berlatar belakang pada masa kerajaan Jenggala dan Kediri, yang pada waktu itu diwarnai dengan intrik-intrik kekuasaan dan pergulatan spiritual. Tema sentral dari lakon ini adalah "hilangnya pusaka keraton", yang menjadi simbol ketidakstabilan sosial dan politik yang terjadi pada masa tersebut. Dalam cerita ini, kita bisa melihat bagaimana ketidakadilan dan perebutan kekuasaan dapat membawa dampak buruk bagi rakyat, sehingga menggambarkan kondisi yang relevan dengan berbagai situasi pada zamannya.

Penonton yang Tangguh dan Antusias

Walaupun hujan gerimis sempat mengganggu, penonton tetap setia mengikuti jalannya pertunjukan hingga selesai. Hal ini menunjukkan antusiasme yang luar biasa dari masyarakat terhadap pergelaran seni tradisional, seperti wayang topeng. Dalam suasana yang terbuka dan tidak terlindung dari hujan, sekitar 200 penonton masih bertahan untuk menikmati setiap detik dari pertunjukan yang berlangsung, menguatkan semangat untuk menjaga seni dan budaya lokal tetap hidup.

Menjaga Tradisi dengan Inovasi

Pergelaran wayang topeng yang digelar oleh Sanggar Padma Puspita ini bukan hanya sebuah tontonan seni semata, tetapi juga merupakan upaya untuk menjaga tradisi sekaligus memberikan inovasi dalam penyampaiannya. Dengan menghadirkan elemen-elemen baru, seperti prolog satir yang berbicara tentang isu sosial-politik dan penampilan penari wanita yang mendalami peran dengan cermat, pergelaran ini berhasil menciptakan pengalaman yang kaya nilai budaya dan pesan moral.

Bagi masyarakat Malang dan sekitarnya, pergelaran wayang topeng ini menjadi bukti bahwa seni tradisional masih sangat relevan, bahkan bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih segar dan mengena di hati penonton masa kini. Maka, tak heran jika seni ini tetap menjadi salah satu warisan budaya yang layak untuk dilestarikan.

 

Reporter : R.Dt.

Editor     : G. Sam.

 

Posting Komentar untuk "Pergelaran Wayang Topeng Malang: Seni Tradisional yang Memikat dan Penuh Makna"