Menyatukan Seni dan Spontanitas: Latihan Kreatif SMPN 3 Malang Menuju Festival Singhasari #2

 

adegan penghormatan pada saat Empu Purwa berjalan (Foto ist.)


Damariotimes. Malang, 7 Nopember 2024. Pada eksplorasi kali ini, saya kembali bertemu dengan para artis muda dari SMPN 3 Malang. Minggu lalu adalah kali pertama saya bertemu mereka, dan meskipun mereka bukanlah penari atau aktor terlatih, mereka dipilih sebagai wakil sekolah yang akan tampil di Festival Singhasari #2 pada tanggal 29 November 2024. Di latihan pertama, kami mulai dengan menghafalkan gerakan ritmis untuk melatih konsentrasi dan sinkronisasi antara kaki dan tangan. Delapan siswa berbakat yang terlibat dalam proyek ini adalah Bianca Almeera, Chiara Aurelia, Chiquita Khanza Y., Zhafara Aurora S., Cleo Awannie B., Florencia Chandra W., Runa Miracle R., dan Yuanita Victoria S.

Pada latihan kedua, tanggal 7 November 2024, saya mulai mencari elemen unik yang dapat memperkuat penampilan mereka. Satu bagian penting dalam pertunjukan nanti adalah adegan yang menampilkan Empu Purwa, diperankan oleh guru musik mereka, Vigil Kristologus. Meski bukan aktor drama atau penari, saya melihat potensi pada pak Vigil dengan karakteristik postur kecil, pendiam, dan tenang, yang diyakini mampu memerankan Empu Purwa dengan khidmat. Dalam adegan itu, Empu Purwa hanya akan berjalan, ditemani Ken Dedes kecil, lalu disambut oleh para siswa yang berperan sebagai cantrik dan mentrik.

Ketika tiba di studio latihan di lantai dua SMPN 3, saya melihat bangku-bangku berserakan, namun perhatian saya segera tertuju pada kain-kain batik hasil karya siswa. Kain batik tersebut berwarna-warni dengan motif topeng dan ornamen yang mencerminkan kekayaan budaya kota Malang. Melihatnya, saya langsung memutuskan kain-kain batik ini dapat digunakan sebagai properti yang membawa faktor sakral ke dalam adegan.

Para siswa mulai berlatih dengan memegang kain batik sebagai bagian dari gerakan yang sebelumnya telah diajarkan. Nanti, kain batik ini akan digelar di tanah untuk menjadi jalan bagi Empu Purwa. Kehadiran kain batik dalam adegan ini tidak hanya menambah elemen estetis, tetapi juga memberi kesan kebaruan yang dekat dengan jiwa mereka. Memang, saya sempat berpikir mencari kain batik tradisional, namun keputusan untuk menggunakan karya batik siswa menghadirkan nilai proses kreatif yang impresif, spontan, dan murni.

Pelajaran yang ingin saya tanamkan bagi mereka adalah bahwa seni bisa lahir dari spontanitas, bahkan dari ketidaksengajaan yang kemudian menciptakan hubungan emosional antara pemain dan elemen dalam penampilan. Pak Vigil Kristologus turut bertanya, "Apa yang perlu dilakukan bagi siswa-siswa ini?" Dan jawaban saya adalah, “Mari lihat seberapa jauh mereka bisa bertahan berlatih. Itulah proses yang akan memperkuat mereka dalam seni.”

 

Reporter : R.Dt.

Editor     : H.Gum.

 

Posting Komentar untuk "Menyatukan Seni dan Spontanitas: Latihan Kreatif SMPN 3 Malang Menuju Festival Singhasari #2"