pertempuan 70 tahun yang lalu (gambar AI) |
Damariotimes. Di sebuah kota kecil,
terdapat toko loak tua yang tersembunyi di sudut jalan sempit. Pemiliknya, Pak
Wiryo, adalah seorang pria tua yang telah mengumpulkan barang-barang antik
selama puluhan tahun. Suatu pagi yang tenang, seorang wanita tua bernama Bu
Sari memasuki toko dengan tatapan penuh harap. Ada sesuatu yang membawanya ke
sana, meski ia sendiri tidak tahu pasti apa.
Saat ia berjalan
di antara barang-barang tua dan usang, matanya tertuju pada sebuah kotak kecil
di sudut rak. Dengan hati-hati, ia mengambil kotak itu dan membuka isinya. Di
dalamnya terdapat dua cincin emas yang tampak biasa saja, tetapi hati Bu Sari
berdetak kencang. Ada ukiran kecil di cincin itu, inisial yang sangat ia
kenali: "M" dan "S". Ini adalah cincin pernikahan miliknya
dan suaminya, Sarman, seorang pejuang kemerdekaan yang hilang tanpa jejak lebih
dari 70 tahun yang lalu.
Bu Sari ingat
betul hari ketika Sarman menghilang. Mereka baru menikah setahun ketika Sarman
dipanggil untuk berperang demi kemerdekaan negara. Sarman pergi dengan membawa
cincin pernikahan mereka sebagai simbol cinta dan harapan untuk kembali. Namun,
ia tak pernah pulang. Hari demi hari, Bu Sari menunggu dengan penuh kesabaran,
tetapi yang ia terima hanyalah kesunyian dan kehilangan.
Ketika Bu Sari
bertanya pada Pak Wiryo tentang cincin-cincin itu, Pak Wiryo mengaku tidak tahu
asal muasalnya. Cincin-cincin tersebut ditemukan dalam sekotak barang yang
dibawa oleh seorang lelaki tua beberapa bulan lalu. Lelaki itu tampak aneh,
mengenakan mantel lusuh dan wajahnya tampak lelah oleh waktu. Ia berkata kepada
Pak Wiryo bahwa cincin-cincin itu milik seseorang yang ia kenal, tetapi tak ada
penjelasan lebih lanjut.
Penasaran, Bu Sari
membawa cincin itu pulang. Ia merasakan energi aneh dari cincin-cincin
tersebut, seolah-olah Sarman berusaha berkomunikasi dengannya. Malam itu, Bu
Sari bermimpi tentang suaminya. Dalam mimpinya, Sarman tampak berdiri di depan
sebuah pohon besar di tengah hutan. Ia menunjukkan sesuatu yang terkubur di
bawah pohon tersebut, sebuah petunjuk penting tentang nasibnya.
Esok harinya, Bu
Sari memutuskan untuk pergi ke hutan di dekat kampung mereka, tempat terakhir
kali Sarman dikabarkan terlihat. Dengan membawa kedua cincin itu, ia mengikuti
nalurinya dan berjalan jauh ke dalam hutan, hingga akhirnya menemukan pohon
besar yang sama seperti di mimpinya. Di bawah pohon tersebut, ia menemukan
sebuah kotak kayu kecil yang terkubur di tanah.
Ketika Bu Sari
membuka kotak itu, di dalamnya ia menemukan sepucuk surat yang telah menguning
dimakan waktu. Surat itu ditulis oleh Sarman, penuh dengan ungkapan cinta dan
harapannya untuk kembali suatu hari nanti. Di dalam surat itu juga terungkap
kebenaran yang mengerikan—Sarman telah dikhianati oleh temannya sendiri, yang
menginginkan kematiannya demi mengambil harta yang disimpan Sarman untuk
istrinya.
Perasaan campur
aduk menyelimuti Bu Sari. Meski tahu bahwa suaminya tak akan pernah kembali, ia
merasa misteri di balik hilangnya Sarman akhirnya terungkap. Cincin-cincin itu
bukan hanya simbol cinta mereka, tetapi juga bukti kejahatan yang telah
tersembunyi selama puluhan tahun.
Bu Sari kembali ke
toko loak dan meminta Pak Wiryo menyimpan cincin-cincin itu di sana, dengan
sebuah pesan: "Untuk mereka yang mencari, kebenaran selalu menemukan
jalannya."
Penulis: R.Dt.
Editor : H.Gum
saya mendapati pesan dari cerita diatas adalah, sebaik baiknya manusia belum tentu tulus, namun setulus tulusnya manusia sudah berarti baik. Cinta yang sejati adalah cinta yang takkan hilang oleh waktu.
BalasHapusArtikel ini menyajikan kisah yang sangat mengharukan tentang cinta, kehilangan, dan penemuan kembali kenangan masa lalu. Melalui perjalanan Bu Sari menemukan kembali cincin pernikahan miliknya, cerita ini berhasil menggambarkan bagaimana benda-benda antik bisa menyimpan cerita tersembunyi yang penuh emosi. Cincin-cincin tersebut bukan hanya simbol cinta antara Bu Sari dan suaminya, tetapi juga menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran yang sudah lama terpendam.
BalasHapus