Padepokan Empu Gandring (Foto ist.) |
Damariotimes. Dinas Pendidikan Kota Malang
merencanakan festival Singhasari #2 di akhir bulan Nopember 2024. Konsep tampilan "estetika
minimalis" pada pergelaran Cakrawala Mandala Dwipantara di Festival
Singhasari #2 dapat digambarkan sebagai perpaduan antara kesederhanaan dan
keanggunan yang mendukung narasi sejarah Jawa Kuno (masa kerajaan Singhasari) dan budaya Kota Malang dalam konteks pariwisata
edukatif di kota Malang. Pergelaran ini, dengan tema Singhasari Culture
Parades: Kisah Rakyat, Raja Ken Arok, dan Keanggunan Ken Dedes, menyoroti
karakter-karakter bersejarah dari kerajaan Singhasari yang penuh makna, yakni
Ken Arok dan Ken Dedes, melalui pendekatan visual yang simpel namun kuat.
Estetika Minimalis dalam
Pergelaran:
Pada intinya,
estetika minimalis di festival Singhasari #2 ini hadir dalam bentuk
penggunaan elemen visual dan artistik yang sederhana namun menekankan
pesan-pesan simbolis dan naratif dari kisah Singhasari. Elemen-elemen ini
mungkin terlihat dalam:
1.
Penggunaan Ruang dan Properti:
Panggung dan properti mungkin didesain dengan garis-garis bersih dan elemen
yang tidak berlebihan. Dalam pergelaran
budaya ini, properti seperti replika candi atau artefak penting bisa
dibuat dalam bentuk minimalis yang tetap menghadirkan esensi dari kejayaan
Singhasari tanpa ornamen yang berlebihan. Keanggunan Ken Dedes dapat
direpresentasikan dengan kostum yang berfokus pada kesederhanaan namun tetap
menunjukkan status bangsawan melalui detail halus seperti aksen emas atau motif
tradisional yang minim namun anggun.
2.
Kesederhanaan Gerakan Tarian dan Narasi:
Pementasan kisah Ken Arok dan Ken Dedes dapat memanfaatkan tarian tradisional
yang tidak penuh dengan gerakan yang kompleks, tetapi lebih pada makna simbolis
di setiap langkah. Kesederhanaan ini bisa menjadi refleksi dari filosofi
estetika minimalis di mana setiap gerakan memiliki tujuan yang jelas tanpa
hiasan yang tidak perlu.
3.
Pilihan Warna dan Simbolisme: Estetika
minimalis seringkali menggunakan nuansa warna terbatas namun penuh makna. Warna-warna seperti
putih, emas, dan cokelat, yang mungkin mendominasi pergelaran ini, mewakili
kesucian, kebangsawanan, dan keterikatan dengan tanah serta sejarah.
Simbol-simbol tradisional dari kerajaan Singhasari bisa disisipkan secara
sederhana, namun tetap memancarkan pesan penting dari budaya Jawa pada era
tersebut.
Integrasi Edukatif dalam
Estetika:
Salah satu tujuan
utama dari pergelaran ini adalah menciptakan wisata edukatif di kota Malang.
Dalam konteks estetika minimalis, ini bisa diwujudkan melalui:
1.
Narasi Ringkas dan Informatif:
Alih-alih menceritakan kisah yang rumit, penyampaian sejarah Singhasari melalui
pawai ini bisa dilakukan dengan alur cerita yang sederhana dan jelas, fokus
pada poin-poin utama seperti perjuangan Ken Arok, peran Ken Dedes sebagai
simbol keindahan dan kekuasaan, serta relevansi sejarah tersebut dalam budaya
lokal. Narasi visual seni
pertunjukan di kuatkan secara apresiatif bahasa Kawi.
2.
Keterlibatan sekolah (siswa dan guru):
Meskipun desain pergelaran bersifat minimalis, esensi edukasi bisa dicapai
dengan melibatkan peserta parade yang memakai kostum karakter utama dalam
sejarah Singhasari. Dengan begitu, lingkungan sekolah (guru dan siswa) bisa berinteraksi langsung
dan mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang sejarah ini tanpa elemen yang
terlalu rumit.
Pawai Sebagai Media Edukasi:
Singhasari Culture
Parades dalam Cakrawala Mandala Dwipantara juga menjadi bentuk wisata
edukatif yang menggabungkan seni, sejarah, dan edukasi melalui penampilan
visual yang mendidik tanpa mengabaikan estetika. Penerapan estetika minimalis
membuat penonton lebih mudah memahami dan mengapresiasi detail sejarah dan budaya
tanpa teralihkan oleh unsur yang berlebihan. Kombinasi sederhana dari visual,
musik tradisional, dan narasi jelas dapat memberikan pengalaman yang menyentuh
dan berkesan.
Secara
keseluruhan, estetika minimalis dalam Festival Singhasari #2 ini memberikan
ruang bagi penceritaan yang sederhana namun efektif, menjaga keanggunan budaya,
dan memastikan nilai edukatif tetap kuat dalam setiap penampilannya.
Reporter : R.Dt.
Editor : MAH
Kegiatan ini sangat menarik, berbeda dari pagelaran biasanya, penyajian yang sederhana dan minimalis bisa membuat penonton jadi lebih memahami isi cerita.
BalasHapusdengan adanya Cakrawala Mandala Dwipantara dapat menambah wisata edukatif di Malang dalam konteks minimalis
BalasHapusMelalui artikel ini saya mengerti bahwa Eemenelemen seni yang terlihat didalam Kisah Sighasari yaitu (1)Penggunaan Ruang dan Properti,(2)Kesederhanaan Gerakan Tarian dan Narasi,(3)Pilihan warna dan Simblisme,
BalasHapusMelalui artikel ini saya mengerti bahwa elemen-elemen seni yang terlihat di dalam kisah sighasaru yaitu pilihan warna dan simblime, kesederhanaan gerakan. Tarian dan narasi, penggunaan ruang dan properti. Dari pagelaran di atas kita dapat melestarikan budaya budaya yang ada di malang
BalasHapus