Revitalisasi Wayang Kancil: Menghidupkan Kembali Nilai Moral dan Tradisi di Era Modern


Wayang Kancil koleksi Musium Sono Budoyao Yogyakarta (Foto ist.)


Damariotimes. Wayang Kancil merupakan seni pertunjukan tradisional yang kembali populer sejak tahun 1980 berkat usaha Ki Ledjar Soebroto, seorang seniman tatah-sungging wayang dari Yogyakarta. Ki Ledjar menghidupkan kembali Wayang Kancil yang hampir punah, menghadirkan cerita-cerita tentang Kancil, hewan cerdik dalam dongeng yang penuh nilai moral. Artikel ini mengkaji Wayang Kancil dengan fokus pada bentuk pertunjukannya, fungsinya, serta dinamika kehidupannya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Sejarah dan Revitalisasi Wayang Kancil

Wayang Kancil pertama kali diciptakan oleh Bah Bo Liem dan RM. Sajid sekitar tahun 1925 sebagai respons terhadap kebutuhan akan pertunjukan yang menghibur dan mendidik. Pada tahun 1980, Ki Ledjar Soebroto membangkitkan kembali seni ini dengan memodernisasi penampilannya tanpa menghilangkan unsur tradisionalnya. Wayang ini, dengan visual menarik dan tatah-sungging yang detail, menarik perhatian anak-anak dan dewasa. Ceritanya diambil dari dongeng Kancil yang mengajarkan kecerdikan dan moralitas, menjadikannya sarana pendidikan bagi generasi muda.

 

Analisis Tekstual dan Kontekstual

Secara tekstual, cerita dalam Wayang Kancil menyampaikan pesan moral tentang kejujuran, kecerdikan, dan gotong royong. Kancil, sebagai tokoh utama, selalu berhasil mengatasi tantangan dengan kecerdasannya. Secara kontekstual, Wayang Kancil berfungsi sebagai media pendidikan dan pelestarian budaya lokal. Pertunjukan ini juga menjadi alat refleksi sosial di tengah perubahan masyarakat modern yang didominasi oleh media digital.

 

Keberlanjutan Wayang Kancil

Meski Ki Ledjar meninggal pada tahun 2017, warisannya tetap hidup. Di Yogyakarta, setidaknya ada 10-15 dalang yang rutin menampilkan Wayang Kancil, termasuk di Balai Budaya Minomartani. Pementasan ini dilakukan secara berkala sebagai penghargaan terhadap dedikasi Ki Ledjar dalam melestarikan seni pertunjukan yang kaya akan nilai moral dan tradisi.

 

Tim Damariotimes.

Editor : R.Dt.

 

8 komentar untuk "Revitalisasi Wayang Kancil: Menghidupkan Kembali Nilai Moral dan Tradisi di Era Modern"

  1. Sangat bagusss karna meskipun beliau sudah meninggal tetapi warisan budaya nya tetep terjaga

    BalasHapus
  2. keren sekali, beliau meninggalkan warisan budaya yang kaya akan moral nilai dan tradisi

    BalasHapus
  3. Bagus sekali, walaupun sudah meninggal tetapi warisan budaya akan kaya nilai moral harus tetap di jaga

    BalasHapus
  4. Pelestarian budaya sangat di butuhkan agar budaya yang kita punya tidak punah di telan Zaman ,langkah ki ledjar untuk menghidupkan lagi wayang kancil sangat bagus karena dalam wayang kancil atau cerita kancil sendiri juga memiliki pesan moral yang bisa kita ambil dan kita terapkan pada kehidupan sehari -hari

    BalasHapus
  5. Sangat bagusss meskipun beliau si dalang sudah meninggal tetapi karya karyanya atu warisan budayanya masih terjaga

    BalasHapus
  6. Keren sekali, beliau meninggalkan warisan budaya yang kaya akan nilai moral. kita juga sebagai penerus bangsa harus tetap melestarikan budaya budaya yang ada.

    BalasHapus
  7. Karya seni seperti ini harus tetap di lestarikan oleh kalangan muda agar tetap terjaga di era globalisasi seperti sekarang ini

    BalasHapus
  8. Anggi Nurmaulida A11 Oktober 2024 pukul 22.05

    Dari karya ki ledjar yang suda meninggal kita harus terus membudayakan karyanya yang sangat keren apalagi di era globalisasi seperti ini,dan kita juga bisa tau karya yang dibuatnya itu tidak berupa gambaran manusia tetapi gambaran hewan yang memiliki arti dan makna mendalam bagi khalayak ramai

    BalasHapus