Totok Suprapto, seniman Ludruk Malang (Foto ist.) |
Damariotimes. Innalillahi wa innailaihi
raji'un. Kabar duka datang dari dunia seni pertunjukan tradisional Indonesia.
Pada Sabtu, 24 Agustus 2024, seniman ludruk legendaris Totok Suprapto telah
berpulang ke rahmatullah di usia 72 tahun. Beliau meninggal dunia di Malang dan
dimakamkan pada hari yang sama di Desa Permanu, Kabupaten Malang. Kepergian
beliau meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar ludruk dan masyarakat
pecinta seni tradisional.
Totok Suprapto lahir
di Cepu, Jawa Tengah, dari pasangan Prawiro Diharjo, seorang tenaga ahli
pengeboran minyak asal Demak, dan Kartinah, yang berasal dari Kediri. Sejak
kecil, perjalanan hidupnya sudah penuh liku, yang kemudian membawanya hijrah ke
Malang. Di sinilah, Kota Malang, yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya,
menjadi saksi bisu perjalanan kariernya sebagai seniman ludruk yang penuh warna
selama 51 tahun.
Kisah hidupnya di
dunia seni dimulai pada tahun 1962 ketika ia pergi ke Surabaya mengikuti kakaknya
yang tergabung dalam Brimob Resimen 4 Surabaya. Di sinilah Totok Suprapto mulai
berkenalan dengan seni ludruk, yang kala itu sudah menjadi bagian dari
kehidupan kakaknya di Ludruk Duta Budaya. Seperti pepatah “Witing tresno
jalaran saka kulina,” kecintaannya pada ludruk tumbuh karena kebiasaannya
menyaksikan pertunjukan setiap malam. Meskipun awalnya hanya menjadi kru
panggung, cinta pada seni ini semakin mendalam hingga ia memutuskan untuk
terjun menjadi pemain.
Perjalanan karier
Totok Suprapto di dunia ludruk semakin berkembang setelah bergabung dengan
Ludruk Wijaya Kusuma Unit II di Malang. Di bawah asuhan Christian Wahyu
Nikihulu, Totok Suprapto mengasah kemampuannya, mulai dari teknis panggung
hingga peran utama. Ketekunan dan kemampuannya yang semakin matang membuatnya
dipercaya untuk menggantikan peran-peran penting dalam pertunjukan.
Setelah lama
berkiprah di Ludruk Wijaya Kusuma Unit II, Totok Suprapto memperluas
pengalamannya dengan bergabung ke Ludruk Persada Malang di bawah pimpinan Cak
Subur. Di sini, ia bersanding dengan para pemain ludruk yang sangat dihormati,
seperti Mas Abdul Ghani Bisri dan Cak Buang Sabar Arif. Pengalaman dan
kematangan yang ia dapatkan dari Ludruk Persada semakin memperkaya keaktoran
Cak Totok, yang tetap rendah hati meski sudah diakui sebagai salah satu pemain
berbakat.
Cak Totok Suprapto
juga sempat merantau ke Jakarta, sebuah keputusan berani yang membawanya
bergabung dengan Ludruk Mandala pimpinan Dr. Suradi. Di sini, ia kembali
menunjukkan profesionalismenya, baik sebagai kru panggung maupun pemain, dan
bahkan berkesempatan tampil bersama pelawak Sri Mulat, Tarzan, serta berfoto
dengan Presiden Soeharto. Pengalaman hidup di Jakarta menjadi salah satu
pelajaran berharga dalam kehidupannya.
Setelah
bertahun-tahun berjuang dan berkiprah di ibu kota, Cak Totok akhirnya kembali
ke Malang, tempat di mana ia pertama kali merintis karier. Ia tetap aktif
tampil dan berbagi pengalaman dengan generasi muda, memperkuat posisinya
sebagai salah satu aktor ludruk terkemuka. Beberapa tahun terakhir, ia bahkan
tampil kolaboratif dengan Cak Kirun, Cak Agus Kuprit, dan Cak Tawar di
Surabaya, menunjukkan bahwa semangat seni tidak pernah pudar dalam dirinya.
Kepergian Cak Totok
Suprapto meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi dunia ludruk. Semangat,
dedikasi, dan kecintaannya terhadap seni tradisional akan selalu menjadi
teladan bagi generasi selanjutnya. Ludruk Indonesia kehilangan salah satu
bintang terangnya, tetapi karyanya akan terus hidup dalam setiap pertunjukan
yang menginspirasi banyak orang.
Selamat jalan, Cak
Totok. Dedikasi dan cintamu pada ludruk akan terus dikenang. Al-Fatihah.
Reporter: R.Dt.
Editor : H.Gum.
Posting Komentar untuk "Obituari: Totok Suprapto, Seniman Ludruk Legendaris Ludruk Malang"