gedung tua (Foto ist.) |
Damariotiems. Di sebuah kota kecil di Jawa Timur, berdiri sebuah gedung tua megah yang
pernah menjadi tempat tinggal keluarga bangsawan kaya raya. Gedung itu kini
terbiar, dihantui oleh kenangan masa lalu yang penuh dengan cinta dan tragedi.
Dahulu, gedung ini adalah rumah keluarga Raden Rara Jayengkarti, seorang gadis
cantik dan anggun dengan darah biru yang mengalir dalam nadinya. Raden Rara
Jayengkarti jatuh cinta pada Bambang Sukoco, putra seorang mandor perkebunan
tebu yang gagah dan tulus hati. Meskipun berbeda status sosial, cinta mereka
tumbuh subur dan bersemi dengan indah.
Pada awalnya, orang tua Raden Rara Jayengkarti menyetujui hubungan ini
karena melihat ketulusan dan keberanian dalam diri Bambang. Mereka bahkan sudah
merencanakan pernikahan yang megah di gedung mereka yang besar dan indah.
Namun, ketika perang Timur Raya pecah, kehidupan mereka berubah drastis. Ayah
dan ibu Raden Rara Jayengkarti harus pindah ke Jawa Tengah demi keselamatan
keluarga. Raden Rara Jayengkarti pun harus ikut bersama mereka, meninggalkan
cinta sejatinya dan melupakan tunangannya, Bambang Sukoco.
Raden Rara Jayengkarti yang terpaksa meninggalkan Bambang, merasa terpuruk
dalam kesedihan dan kebingungan. Di tengah keputusasaan yang mendalam, ia naik
ke lantai tiga rumahnya. Dengan air mata yang mengalir deras, ia menulis surat
terakhir untuk Bambang, mengungkapkan betapa besar cintanya dan betapa
hancurnya hatinya tanpa dirinya. Setelah menulis surat itu, Raden Rara
Jayengkarti mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis, melompat dari lantai
tiga gedung itu.
Bambang Sukoco yang datang ke rumah Raden Rara Jayengkarti dengan penuh
harapan untuk menenangkan kekasihnya, tiba di sana hanya untuk menemukan bahwa
semuanya sudah terlambat. Hatinya hancur melihat tubuh tak bernyawa Raden Rara
Jayengkarti tergeletak di lantai. Sejak saat itu, gedung tua itu menjadi tempat
yang angker. Orang-orang sering mendengar suara tangisan seorang gadis
bangsawan di malam hari. Tangisan yang memilukan dan penuh kesedihan,
seakan-akan Raden Rara Jayengkarti masih mencari cintanya yang hilang.
Warga sekitar yang berani mendekati gedung itu pada malam hari, sering kali
melaporkan melihat bayangan seorang gadis dengan kebaya putih panjang yang
berjalan-jalan di koridor gedung. Mereka yang cukup berani untuk mencoba
berbicara dengannya, hanya mendengar bisikan "Bambang... Bambang..."
dengan suara yang dipenuhi rasa sakit dan kerinduan.
Gedung tua itu sekarang dibiarkan kosong, dengan jendela-jendela yang pecah
dan pintu-pintu yang berderit, seolah-olah menunggu seseorang untuk kembali.
Cerita tentang Raden Rara Jayengkarti dan Bambang Sukoco terus hidup dalam
bisikan angin yang melintasi ruangan-ruangan kosong itu. Kisah cinta mereka
yang tragis mengingatkan kita akan keindahan dan kepedihan cinta yang sejati,
dan bagaimana kadang-kadang, cinta yang tak terpenuhi bisa meninggalkan jejak
yang abadi.
Nama orang
dan tempat pada cerita ini adalah fiktif
Penulis :
R.Dt.
Posting Komentar untuk "Mistri Tangisan di Gedung Tua"