penduduk desa menghantar sesaji (Foto ist.) |
Damariotimes. Di desa Jarintoyo, setiap
tahun pada minggu pertama hari Senin Legi, penduduk melaksanakan sesaji ritual
Rara Nyai Purwakanti. Ritual ini telah diwariskan turun-temurun sebagai
ungkapan syukur dan permohonan berkah kesuburan serta keselamatan bagi seluruh desa.
Namun, ada desas-desus bahwa ritual ini bukan sekadar tradisi, melainkan sarat
dengan nuansa mistis yang menakutkan.
Pagi itu, udara
masih segar dan embun belum sepenuhnya menghilang, tetapi suasana terasa
berbeda. Warga desa mulai berkumpul di alun-alun dengan wajah penuh
kekhawatiran yang tersembunyi di balik senyum ramah mereka. Di tengah
alun-alun, sebuah altar sederhana namun sakral didirikan, dihiasi dengan
bunga-bunga, daun pisang, dan sesaji berupa buah-buahan, sayuran, beras, serta
berbagai hidangan tradisional tanpa ada hewan bernyawa.
Prosesi dimulai
dengan suara gamelan yang mengalun lembut, menandai dimulainya tarian khas
desa. Tarian ini disebut Tari Purwa Lestari, yang menggambarkan hubungan
harmonis antara manusia dan alam. Gerakan para penari yang lemah gemulai
seolah-olah menyatu dengan hembusan angin pagi, namun kali ini, ada
bisikan-bisikan halus yang terdengar di antara alunan gamelan, seakan-akan
berasal dari dunia lain.
Ketika tarian
mencapai puncaknya, seorang dukun desa, yang dikenal dengan sebutan Mbah Suro,
maju ke depan altar. Dengan wajah penuh wibawa, Mbah Suro mulai merapalkan
mantra-mantra kuno yang diwariskan oleh leluhur. Setiap kata yang diucapkan
membawa makna mendalam, menghubungkan dunia manusia dengan dunia spiritual.
Namun, ada yang berbeda kali ini. Suara Mbah Suro terdengar lebih serak,
seakan-akan ada entitas lain yang berbicara melalui dirinya.
Tiba-tiba, angin
kencang berhembus dan suasana berubah menjadi mencekam. Beberapa warga melihat
bayangan samar seorang wanita bergaun putih yang melayang di sekitar altar.
Mereka meyakini bahwa itu adalah Rara Nyai Purwakanti, penjaga desa yang datang
untuk menilai sesaji mereka. Bisikan-bisikan semakin jelas terdengar,
seolah-olah wanita itu berkomunikasi dengan Mbah Suro.
Ketegangan memuncak
saat Mbah Suro menutup ritual dengan doa-doa penutup. Matahari mulai terbenam,
dan bayangan wanita itu perlahan menghilang. Namun, ada perasaan aneh yang
menyelimuti warga desa. Mereka percaya bahwa setiap tindakan dan ritual yang
dilakukan memiliki dampak besar bagi masa depan mereka. Melalui sesaji ini,
mereka diajarkan nilai-nilai kebersamaan, kepedulian terhadap alam, serta
pentingnya menjaga warisan budaya. Nilai moral yang dipegang teguh adalah bahwa
manusia harus hidup selaras dengan alam dan menjaga keharmonisan antar sesama.
Keesokan harinya,
ditemukan bahwa beberapa tanaman yang sebelumnya layu kini tumbuh subur,
seolah-olah diberkahi oleh kekuatan gaib. Namun, tidak sedikit pula yang
merasakan adanya kehadiran makhluk tak kasat mata yang mengawasi mereka. Ritual
Rara Nyai Purwakanti telah mengajarkan tentang pentingnya hidup sederhana dan
menghargai apa yang telah diberikan oleh alam, namun juga meninggalkan tanda
tanya besar tentang kekuatan mistis yang mengelilingi desa Jarintoyo.
Warga desa kembali
ke rumah masing-masing dengan perasaan campur aduk antara ketenangan dan
ketakutan. Mereka percaya bahwa dengan melestarikan tradisi ini, mereka tidak
hanya menjaga hubungan dengan leluhur, tetapi juga menjaga keseimbangan antara dunia
nyata dan dunia gaib yang tak terlihat. Sesaji Rara Nyai Purwakanti menjadi
sebuah misteri yang selalu mereka hormati dan takuti.
Nama, tempat, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif
Penulis: R.Dt.
Posting Komentar untuk "Misteri Ritual Rara Nyai Purwakanti di Desa Jarintoyo"