sesaji diladang jagung (Foto ist.) |
Damariotimes. Pada tahun 1940-an, di
desa Ndelomo yang terletak di pelosok Jawa Tengah, masyarakat hidup dalam
kesederhanaan dan kebersamaan yang erat. Di tengah desa itu terdapat ladang
jagung yang luas, dikenal sebagai Ladang Kliwon. Ladang ini memiliki kisah
mistis yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Setiap malam Jumat
Kliwon, desa Ndelomo terlihat lebih hidup dari biasanya. Masyarakat berkumpul
di balai desa untuk mempersiapkan sesaji. Mereka tahu bahwa jika sesaji tidak
dilakukan, penunggu ladang jagung, Gondoruwo Momong Wewe, akan mengganggu
ketentraman desa.
Gondoruwo Momong
Wewe adalah makhluk gaib yang dikenal sebagai penjaga sekaligus pengganggu. Di
satu sisi, ia menjaga ladang jagung dari hama dan pencuri, tetapi di sisi lain,
ia sering menakut-nakuti penduduk desa yang berani melintasi ladang itu di
malam hari. Wewe, sosok anak kecil yang sering terlihat bersama Gondoruwo,
menambah aura mistis dengan tawanya yang mengerikan.
Malam itu, udara
terasa lebih dingin dari biasanya. Langit kelam tanpa bintang, menambah kesan
seram pada suasana. Pak Suparjo, kepala desa yang bijaksana, memimpin ritual
sesaji dengan serius. Ia tahu betul betapa pentingnya menjaga hubungan baik
dengan makhluk gaib yang mendiami ladang jagung.
"Jangan pernah
lupa mengucapkan permisi sebelum memasuki ladang ini, apalagi jika kau
sendirian di malam hari," pesan Pak Suparjo pada para pemuda desa yang
membantu menyiapkan sesaji. Sesaji terdiri dari tumpeng kuning, ayam panggang, pisang,
dan kemenyan yang harus dibakar untuk mengundang kehadiran Gondoruwo.
Malam itu, sesaji
sudah diletakkan di tepi ladang jagung. Aroma kemenyan menyebar di udara,
mengundang kehadiran makhluk gaib. Tiba-tiba, terdengar suara tawa anak kecil,
diikuti oleh suara berat yang menggelegar.
"Ha... ha...
ha... Apa yang kalian bawa untukku malam ini?" Suara Gondoruwo menggema di
antara tanaman jagung yang bergoyang tertiup angin. Wewe, dengan sosok
kecilnya, muncul dari balik tanaman jagung, matanya yang merah menyala menatap
lurus ke arah sesaji.
Pak Suparjo dengan
tenang menjawab, "Kami membawa sesaji seperti biasa, sebagai tanda
penghormatan dan permohonan agar engkau menjaga ladang ini dari
marabahaya."
Gondoruwo mendekat,
menghirup aroma sesaji. "Hmm, bagus. Kalian tahu betapa pentingnya ini.
Namun ingat, jika sekali saja kalian lupa, aku tidak akan segan-segan
menampakkan diri dan mengganggu ketenangan kalian."
Peristiwa menakutkan
terjadi beberapa bulan kemudian, ketika desa Ndelomo lupa melakukan sesaji
karena kesibukan panen yang luar biasa. Malam Jumat Kliwon itu, Pak Suparjo
merasa gelisah. Ia memutuskan untuk pergi ke ladang jagung, ditemani beberapa
pemuda desa.
Ketika mereka sampai
di ladang, suasana mencekam langsung terasa. Tiba-tiba, mereka melihat sosok
hitam besar dengan mata merah menyala di tengah ladang. Gondoruwo muncul dengan
tawa yang menggelegar, diikuti oleh Wewe yang berlari-lari di sekeliling mereka,
suaranya seperti jeritan yang memekakkan telinga.
"Kalian berani
mengabaikan kami!" teriak Gondoruwo dengan suara yang menggema. Para
pemuda gemetar ketakutan, tapi Pak Suparjo berdiri tegak, meski hatinya
berdebar kencang.
"Kami mohon
maaf, Gondoruwo. Kami lalai dan tidak bermaksud tidak menghormatimu. Besok
pagi, kami akan mempersiapkan sesaji yang lebih besar sebagai tanda permohonan
maaf," kata Pak Suparjo dengan suara tegas.
Gondoruwo mendekat,
wajahnya yang mengerikan semakin jelas. "Kalian harus menepati janji itu,
atau desa ini akan menghadapi kesialan yang lebih besar."
Pak Suparjo
mengangguk, berjanji akan memenuhi permintaan itu. Keesokan harinya, seluruh
desa bekerja sama mempersiapkan sesaji yang lebih besar dan lebih mewah. Mereka
berkumpul di tepi ladang jagung, memohon ampunan dan meminta perlindungan.
Sejak kejadian itu,
masyarakat desa Ndelomo tidak pernah lagi lupa melakukan sesaji pada malam
Jumat Kliwon. Ladang jagung mereka selalu subur dan aman, dijaga oleh makhluk
gaib yang mereka hormati. Gondoruwo Momong Wewe tetap menjadi bagian dari
kehidupan mereka, sebagai penunggu dan pengganggu yang harus dihormati dengan
sesaji yang penuh penghormatan.
Tempat, nama, dan cerita ini bersifat fiktif.
Penulis: R.Dt.
Posting Komentar untuk "Misteri Gondoruwo Momong Wewe di Ladang Jagung"