Prof. Drs. AJ. Soehardjo (tengah) keakrapan ditengah kolega dosen SDS FS UM (Foto ist.) |
Damariotimes.
Alhasil akhirnya saya sebagai Kepala Sekolah di SMA Ampelgading saya lepas, dan
saya tinggal mengajar di Jurusan Pendidikan Senirupa IKIP MALANG, yang
nomenklaturnya diubah menjadi Pendidikan Senirupa dan Kerajinan.
Dengan diubahnya nomenklatur tersebut, saya sebagai Dosen Muda di
tugasi membina mata kuliah yang cukup banyak, terutama mata kuliah Kerajinan
Batik dan Kerajinan Ukir. Padahal saat saya kuliah dulu kedua mata kuliah
tersebut tak ada. Dengan berbagai strategi saya mengajar DE1, D2, dan D3 untuk kedua
Mata Kuliah itu. Untuk Mata Kuliah ukir, karena saya tak punya banyak referensi,
saya mengajukan penelitian, yang judulnya “SENI UKIR INDONESIA” ke Lemlit IKIP
MALANG, dan proposal saya diterima, dengan dana terbatas. Pada akhirnya
penelitian itu saya pilih sampel di TMII Jakarta selama tiga hari, untuk
mengambil data, dan mendokumentasikan secara detail seni ukir tersebut dengan
fotografi. Lucunya saya tidak melibatkan Bp. A J Soehardjo sebagai anggota.
Dr. Mistaram, M.Pd, (penulis) bersama Dra. Purwatiningsih, M.Pd. ketika berada di pemakaman almarhum Prof. Drs. AJ. Soehardjo (Foto ist.) |
Di suatu waktu untuk perbendaharaan pembelajaran batik dan ukir,
saya sering mengajak mahasiswa untuk terjun ke lapangan, yakni menijau pabrik
batik didaerah perajin batik di Solo, dan meninjau pengrajin ukir di Jepara.
Ada materi mata kuliah ukir, yakni perubahan bentuk ukiran secara sejarah, yakni
seni ukir yang diaplikasikan di Masjid Mantingan, bahwasannya tidak boleh
mengukir binatang hidup, dan ragam hias itu telah distilir menjadi suluran,
yang motif hias hewan digubah seperti motif hias tanaman (suluran). Saat saya
akan mengantar mahasiswa ke Solo dan Jepara, waktunya bersamaan dengan rapat
Jurusan, dan saya harus ikut rapat sampai selesai. Akhirnya kuliah lapanganpun
berjalan dengan lancar, walaupun waktunya terundur 3(tiga) jam.
Di lain sisi beliau Bp. Drs A J
Soehardjo juga mengajukan penelitian kwantilatif tentang Laboratorium Fisik
Jurusan Senirupa dan pembelajarannya se Indonesia, dengan besaran dan yang
lumayan. Saat itu saya salah satu yang ditunjuk sebagai pengambil data, dan
secara kebetulan saya mendapatrkan lokasi di Madura, di salah satu SMP Negeri
di di ujung Timur-selatan di Pulau Madura itu. Dananya terbatas untuk
transportasi saja. Saya lakukan pengambilan data tersebut selama dua kali,
dengan perhitugan waktu dan biaya, selesai dengan baik.
Suatu saat saya mendapat tugas
untuki mengikuti penataran selama satu bulan penuh yaitu PPLPTK, berada di
Jakarta. Saya sebagai peserta, dan beliau Bp. A J Soehardjo sebagai Penatarnya.
Saat itulah kami di pertemukan dengan dosen-dosen seni rupa se Indonesia, dan
setiap penelitian dikirim 4(empat) orang. Dari Malang saat itu yang dikirim
adalah Drs. Sugiono Arjaka, Dra. Purwatiningsih, Drs. Imam Muhadjir, dan saya.
Keakraban kami dengan beliau makin intim, dan pasca penataran PPLPTK, kami
ditugas membimbing Mata Kuliah Apresiasi Seni di Bali selama 5 (lima) hari. Saat itu yang
membimbhing adalah Bp. Drs. A J Soehardjo, Dra Purwatiningsih, dan saya. Saling
membimbing, saling diskusi, dan saling bercenkerama. Saling memberi dan saling
menerima. Itulah eksistensi seorang guru. Pengalaman pembimbingan skripsi oleh
Bp Drs A J Soehardjo, ini saya bawa sampai kepada saat saya menulis thesis, dan
disertasi.
Semoga ilmu yang beliau berikan
bermanfaat sebagai amal ilmiah yang dirahmati oleh Allah SWT, aamiin.
Kontributor :
Dr. Mistaram, M.Pd.
Editor : R. Dayat
Posting Komentar untuk "SOSOK SEORANG ”G U R U” A J Soehardjo (bagian 2) "