Ritual Suduh Pundhen di Desa Kedungmangga (Foto ist.)
Damariotimes. Dalam peradaban Jawa yang kaya perihal budaya dan tradisi, terdapat ritual kuno yang masih dijaga dengan penuh kehormatan: Tradisi Suguh Pundhen. Namun, perhatian terhadap tradisi ini telah menurun di beberapa desa, termasuk Desa Kedungmonggo, yang terletak di Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kurangnya perhatian terhadap ritual suguh pundhen belik Kurung di desa tersebut, di mana masyarakat meyakini bahwa pundhen tersebut adalah petilasan dari Kek Rasek. Penandanya? Dua buah pohon epek yang menjulang megah di tepi sungai Metro yang mengalir di pinggir Desa Kedungmangga. Keluarga Karimeon yang hingga sekarang masih melestarikan tradisi tersebut, yaitu dengan melakukan gebyak (pementasan) wayang topeng sekali setiap bulan yang jatuh pada hari senin legi.
Pundhen, dalam budaya Jawa,
memiliki makna yang mendalam. Ia bukan semata sebuah tempat bersejarah, melainkan
juga sebuah simbol spiritualitas dan kearifan lokal. Konon, keberadaan pundhen
ini bukan sekadar sebagai peninggalan sejarah, tetapi juga sebagai penjaga
keberlangsungan harmoni alam dan manusia.
Pundhen Belik Kurung di Tepi Sungai Metro (Foto ist.) |
Filosofi di balik pundhen juga berkaitan dengan konsep keseimbangan antara alam dan manusia. Pohon epek yang tumbuh subur di tepi sungai Metro menggambarkan kehidupan yang berlimpah di alam, sedangkan kegiatan suguh pundhen adalah wujud penghormatan dan rasa syukur masyarakat desa terhadap anugerah alam terhadap.
1.
Menghormati Warisan Budaya: Melalui ritual suguh
pundhen, masyarakat memperlihatkan penghargaan yang tinggi terhadap leluhur
dan warisan budaya yang mereka warisi. Ini menjadi salah satu cara untuk
menjaga dan melestarikan identitas lokal mereka.
2. Menjaga Keseimbangan Alam: Pundhen sering kali berlokasi di tempat-tempat yang dipercaya memiliki energi spiritual atau keseimbangan alam yang penting. Dengan melakukan suguh pundhen, masyarakat percaya mereka dapat memelihara keseimbangan tersebut.
3. Mempererat Kebersamaan: Ritual suguh pundhen juga menjadi ajang berkumpulnya masyarakat. Melalui kegiatan ini, mereka tidak hanya menguatkan ikatan antar sesama, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas dalam komunitas.
4. Mencari Perlindungan dan Berkah: Pada tingkat spiritual, suguh pundhen merupakan upaya untuk memohon perlindungan dan berkah dari leluhur atau entitas spiritual yang diyakini menghuni tempat tersebut. Ini mencerminkan kepercayaan dalam kekuatan gaib yang melindungi dan memberkati kehidupan mereka.
Menghadapi
Tantangan Terkini
Meskipun memiliki makna
dan fungsi yang mendalam, tradisi suguh pundhen menghadapi tantangan
dalam menjaga eksistensinya. Perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat,
serta arus modernisasi yang terus berkembang, menjadi faktor utama dalam
penurunan minat terhadap ritual ini.
Namun, penting untuk
diingat bahwa kekayaan budaya seperti suguh pundhen adalah warisan
berharga yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan menghargai dan memahami
filosofi serta fungsi di balik ritual ini, kita dapat memastikan bahwa kearifan
lokal dan nilai-nilai budaya tetap hidup dan berkembang di tengah-tengah zaman
yang terus berubah.
Suguh pundhen bukanlah sekadar tradisi,
tetapi juga simbol kearifan dan kebersamaan masyarakat Jawa. Dengan memelihara
dan menghormati tradisi ini, masyarakat turut menjaga
keberlangsungan warisan budaya yang telah mengakar dalam bumi Malang Jawa
Timur.
Reporter : R. Dayat
Editor : MAH
Posting Komentar untuk "Mengungkap Misteri Tradisi Suguh Pundhen: Fungsi dan Filosofi "