sepanjang jalan pertokoan Pecinan Malang saat ini (Foto ist.) |
Damariotimes. Kayoetangan, kini menjadi destinasi yang semakin populer
di kalangan kaum muda kota, mereka menikmati malam dengan menyantap beragam kuliner
cepat saji. Bagi mereka yang memiliki cukup uang, bisa singgah di kafe-kafe
bergengsi, namun yang berkantong tipis, setidaknya hanya mencari angin malama, hiburan menghabiskan waktu
hingga senja berlalu. Fenomena ini mengingatkan pada dqaerah Pecinan pada era 1970-an, yang
meskipun berbeda, namun memberikan nuansa yang serupa dengan Kayoetangan. Saat
itu, Pecinan waktu itu tidak dipenuhi oleh parkiran kendaraan bermotor, dan kendaran yang melibas badan
jalan, dan lalu lintas kendaraan yang padat seperti yang terjadi sekarang.
Pecinan, yang terletak di poros jalan Pasar Besar Malang, pada
masa lampau merupakan tempat hangout utama. Tidak ada tempat jajan, atau pengamen, beberapa tampak pemungut putung rokok. hanya ada restoran yang tampak ramai adalah rumah makan Mei
Gadjah Mada; yang terkenal sebagai restoran mahal (karena tidak terbeli untuk kantong orang rata-rata ekonominya). Orang-orang desa tidak
terlihat makan bersama keluarga mereka di sana. Jelang waktu masuk sekolah,
toko sepatu Batta dan toko pakaian Papinya menjadi pusat keramaian, sementara toko
kain Tolaram menjadi sangat favorit. Toko kain milik orassng India, yang berada di depan Pasar Besar
Malang.
Kayoetangan tampaknya merupakan transformasi dari
Pecinan, pada awalnya yang menjadi bidikan tujuan wisata adalah Kampung Kayoetangan, akan tetapi yang berkembang adalah koridornya, yaitu sepanjang jalan Jend. Basuki Rahmat. tempat ini sekarang menyuguhkan berbagai atraksi musik, dan sesekali ada tari yang digelar di sepanjang trotoar di kanan dan kiri jalan.
Pada masa lalu, Kayoetangan berperan sebagai pusat
perdagangan yang hanya ramai pada siang hari, sementara malam hari, sepanjang
jalan itu sunyi, hanya beberapa toko, seperti toko batik di sisi kanan dan kiri jalan. tempat yang cukup rama adalah bioskop Merdeka, filem diputar setidaknya ada tiga kali sehari, maka kerumuan orang dapat dipastikan pada jam-jam masuk waktu filem akan diputar. Kayoetangan yang doeloe merupakan poros mati, kiri berkembang menjadi tempat yang
mirip dengan Pecinan tempo doeloe.
Reporter:
R. Dayat
Editor: H.
Gumelar
Posting Komentar untuk "Pecinan dan Kayoetangan: Riwayatmu Doeloe"