Motif Jlamprang yang digambarkan pada patung Prajnaparamita (sumber Akurat) |
Damariotimes. Jlamprang yang mengadopsi
motif bulatan-bulatan merak menjadi lebih dari sekadar estetika, melainkan juga
membawa makna kebesaran dan keelokan dalam budaya Jawa.
Penting untuk
dicatat bahwa proses penerimaan dan reinterpretasi motif dari budaya lain ke
dalam budaya lokal tidaklah sederhana. Hal ini melibatkan berbagai faktor,
termasuk asimilasi nilai-nilai budaya, konteks sejarah, dan perkembangan seni
dan kerajinan lokal. Dalam kasus Jlamprang, adopsi motif Potala India bukan
sekadar pengambilan tanpa pemikiran, melainkan suatu bentuk penafsiran ulang
yang menggabungkan unsur-unsur lokal dengan warisan budaya asing.
Selain itu,
pergeseran makna dari bulu merak dalam konteks India ke dalam konteks Jawa juga
memberikan dimensi baru pada interpretasi motif Jlamprang. Bulu merak yang pada
awalnya mungkin hanya menjadi elemen dekoratif pada mahkota Kresna, di Jawa,
menjadi simbol keagungan dan kecantikan dalam konteks Hindu-Jawa. Hal ini
mencerminkan elastisitas dan kreativitas dalam menerima serta mengadaptasi
unsur-unsur budaya dari luar, sehingga menciptakan karya seni yang memiliki
makna dan nilai lokal yang mendalam.
Lebih jauh lagi,
motif Jlamprang tidak hanya berkembang sebagai karya seni yang terpaku pada
asal-usulnya, tetapi juga menjadi medium ekspresi bagi kreativitas dan
identitas lokal. Para pengrajin dan seniman yang mengadopsi motif ini dapat
mengeksplorasi berbagai varian, menghadirkan inovasi dan modifikasi yang
mencerminkan perkembangan zaman dan selera estetika yang berubah-ubah. Inilah
yang membuat Jlamprang menjadi suatu simbol kekayaan dan dinamika budaya, bukan
sekadar warisan dari masa lalu, tetapi juga sebuah karya seni yang hidup dan
terus berkembang.
Konteributor
: Suwardono
Editor : R. Dayat
Posting Komentar untuk "Jlamprang: Jejak Sejarah, Mitologi, Dan Kreativitas Dalam Kain Batik Tradisional (2)"