Jarit Motif Jlamprang (Foto ist.) |
Dmariotimes. Jlamprang adalah motif kain batik tradisional
yang sudah eksis pada masa Jawa Kuno dan digunakan oleh tokoh wanita, salah satu bentuk fisik dalam ikonografi
adalah arca Prajnaparamita yang dianggap sebagai arca perwujudan Ken
Ḍěḍĕs. Pada waktu pemilihan
putri Ken Ḍěḍĕs di Kota
Malang pada tahun 1980-an hingga 2013, motif batik tradisional Jlamprang digunakan sebagai kain ciri identitas yang wajib
dikenakan kontestan, dan pada
waktu itu jumlahnya cukup
banyak dijumpai di toko-toko batik di Pasar Besar Kota Malang. Menurut Suwardono, seorang pemerhati dan kerani
sejarah purbakala dan epigrafi yang berasal dari Malang, motif Jlamprang yang
khas tersebut memiliki akar pengaruh yang dalam dari motif Potala India, sebuah
warisan seni yang memikat dari peradaban budaya Hindu. Potala India, yang terkait erat dengan bentuk
gambar bulatan-bulanan bermotif geometris, membawa inspirasi yang jelas dalam
menciptakan motif Jlamprang di
Jawa.
Di tanah Jawa,
motif tersebut kemudian diberi nama Jlamprang, atau dalam beberapa kasus
disebut juga Jlamprong. Suatu keunikan tersendiri, bulu merak yang terletak pada bagian
ekor, disebut dengan nama Jlamprong, dan menariknya, bulu merak menjadi unsur
yang mencolok di bagian ini. Mengingat bahwa dalam budaya India, tokoh Kresna
selalu digambarkan dengan bulu merak di mahkotanya, hubungan antara Kresna dan
Jlamprong di Jawa menjadi semakin jelas. Kresna, dalam pewayangan Jawa,
diketahui memiliki nama lain, yaitu Jlamprong, yang biasa digunakan oleh Bima
atau Wrekodara jika memanggil Kresna.
Pertanyaan menarik
muncul: apakah bulatan-bulatan Jlamprang ini terinspirasi oleh bulatan-bulatan
bulu ekor merak? Jika memang demikian, maka perlu diungkap lebih lanjut
bagaimana burung merak menjadi sumber inspirasi, dan apa makna yang terkandung
di dalamnya. Dalam konteks Hindu, burung merak dikenal sebagai makhluk mitologi
yang melambangkan kemegahan dan keanggunan. Oleh karena itu, jika Jlamprang
memang terinspirasi oleh bulu ekor merak, motif tersebut secara tidak langsung
menjadi bagian dari warisan mitologi Hindu yang kaya makna.
Burung merak,
dalam tradisi Hindu, sering dihubungkan dengan dewa-dewi tertentu, seperti
Saraswati dan Kartikeya. Saraswati, sebagai sakti dari Brahma, merupakan dewi
ilmu pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan, sering kali diwakili dengan gambaran
burung merak yang menaungi dirinya. Keindahan bulu merak dan keanggunannya dilambangkan sebagai gambaran
dari kemegahan duniawi (nafsu, kecerobohan, keangkuhan). Dapat dipahami bahwa
kemegahan duniawi ini dapat dikendalikan secara positif hanya dengan ilmu
pengetahuan. Sementara dewi ilmu pengetahuan adalah Saraswati sakti Brahma. Begitu pula dengan Kartikeya, dewa perang dan keberanian,
yang dikaitkan dengan burung merak sebagai kendaraannya. Dalam konteks ini bisa
dipahami mengapa arca Prajnaparamita dalam aliran Buddha Mahayana di Singasari
itu memakai kain motif Jlamprang, karena dalam aliran Buddha Mahayana, Dewi
Prajnaparamita selain sebagai sakti Adi Buddha, juga merupakan pemegang
pengetahuan tertinggi.
Konteributor
: Suwardono
Editor : R. Dayat
Posting Komentar untuk "Jlamprang: Jejak Sejarah, Mitologi, Dan Kreativitas Dalam Kain Batik Tradisional (1)"