Wayang Topeng Malang

        Damariotimes: Wayang Topeng yang tersebuar di wilayah Malang pada umumnya menggunakan lakon yang bersumber pada tradisi lisan, artinya lakon-lakon yang dipentaskan tidak mempunyai sumber tertulis.
Wayang Topeng Malang pentas di halaman rumah (foto ist.)
        Bahkan setiap perkumpulan mempunyai ciri khas masing-masing dalam memberikan muatan makna, setidaknya tergantung dari tingkat kedalaman pengetahuan dari para dalang. Gambaran umum wayang topeng seperti dituliskan Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java (1965), sebagai berikut: Subjek pergelaran topeng seringkali diambil dari cerita petualangan seorang yang bernama Panji, cerita kepahlawanan orang Jawa. Dalam pergelaran topeng sebelum raja tampil, ketika topeng belum dipakai, beberapa pemain berlatih berdasarkan peran masing-masing. Dalam topeng, juga terdapat Dalang. Dialah yang membawakan cerita sementara para pemain hanya mengikuti “apa yang dikatakan” oleh dalang (seorang narator). Alunan musik dan alat musik gamelan mengiringi pergelaran. Iramanya berubah-ubah, sesuai dengan ekspesi, aksi, dan emosi para pemain dan jalan ceritanya. Para pemain memakai kostum tradisional yang sesuai dengan perannya masing-masing dan mereka memainkan perannya dengan anggun, luwes, dan seksama. Secara leseluruhan, pergelaran topeng lebih berkarakter layaknya pergelaran tari Ballet daripada sebuah pergelaran drama biasa. Topeng, sama seperti kisah dalam komik dan sebuah kisah tragis. Tema tentang cinta dan perang selalu menjadi tema yang dimainkan dan biasanya tema tersebut diakhiri dengan adanya pertempuran melawan raja (Raffles, 1978: 336).
        Penyajian pertunjukan wayang topeng mempunyai tata urutan sebagai berikut: Bagian pembuka (I) Gending Giro yang terdiri dari penyajian (1) gending eleng-eleng, Krangean, (2) Loro-loro, (3) gending Gondel dan diakhiri dengan (3) gending Sapujagad. Bagian kedua adalah lakon yang terdiri dari, (1) Pembukaan dengan tari Beskalan Lanang (topeng Bang-tih), (2) Jejer Jawa (Kediri), (3) Perang Gagal (selingan tari Bapang), (4) Adegan Gunungsari-Patrajaya, (5) Adegan Jejer Sabrang (Klana Sewandana), (6) Adegan Perang Brubuh, yang ketiga adalah Bubaran dengan membunyikan gending Giro Bubaran.
        Lakon dalam penyajian wayang topeng memiliki keterkaitan dengan penyajian wayang topeng (teknis pementasan). Seperti keberadaan tokoh-tokoh utama yang memiliki tipologis dan karakteristik yang baku, seperti penggambaran dari Paji Asmarabangun memiliki kesetaraan dengan Arjuna, Gunungsari memilik kesetaraan dengan Samba, Sekartaji memiliki kesetaraan dengan Sumbadra/Dewi Sinta, dan Klana Sewandana yang memiliki kesetaraan dengan Rahwana.


Penulis : Robby Hidajat
Editor   : Muhammad Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Wayang Topeng Malang"