Spirit Topeng: Seni Pertunjukan Dipersimpangan Tradisi? (bagian 1)

        Damariotimes. Artikel pendek ini dikemukakan pada Kembul Topeng #2 di Padepokan Seni Mangundharmo Tumpang Malang, Selasa Tanggal 23 Agustus 2023. Pukul 10.00-12.00 WIB. Judul tersebut mengikuti topik yang diskusi acara tersebut. Tentunya hal tersebut sangat mengembirakan, karena akhir-akhir ini diskusi tentang ‘topeng’ sudah mulai melemah. Mungkin, untuk membincangkan ‘topeng’ di era ini kurang menarik, karena semuanya menggunakan topeng; semuanya tidak ada yang tampil secara alami. Apakah tradisi masa lalu juga demikian, sehingga ‘topeng’ muncul sebagai seni pertunjukan.
Kenapa kau sembunyikan wajahmu? (sumber tolololpedia.org)
        Tampak pada berbagai cerita fiksi, bahwa pahlawan-pahlawan super hero hadir membela kebenaran, penegak keadilan, dan membantu orang yang tertindas, susah, menderita, dan miskin. Agar tidak diketahui identitasnya para super hero hadir dengan menggunakan ‘topeng’. Itu merupakan ‘spirit sosial’ hadirnya seseorang yang tidak penting jati dirinya, tapi diperlukan tindakannya, kerjanya, atau kepeduliannya terhadap sesama manusia.
Mana topeng mu? (sumber blac.media/arts-culture)
     Seni pertunjukan topeng hadir sebagai penggabungan elemen-elemen tradisi dengan inovasi para kreatornya sepanjang sejarahnya, menciptakan sebuah seni pertunjukan yang mampu membuat orang jatuh cinta terhadap pelakonnya, bahkan mereka dapat tergila-gila menunggu sosok tokoh yang diidolakan muncul dengan getaran jiwa yang mendalam.
Sudah dibuka, apakah sudah tidak bertopeng? (foto ist.)
    Artikel ini, dimaksudkan menjelajahi esensi dari spirit topeng (dalam kaitan ini juga termasuk di dalamnya, wayang topeng Malang); menggali akar tradisinya, dan mengapresiasi pertumbuhan dan perkembangan di tengah-tengah masyarakat yang terus melaju dalam perkembangan budaya (berlanjut bagian 2)

 

Penulis : Robby Hidajat

Posting Komentar untuk "Spirit Topeng: Seni Pertunjukan Dipersimpangan Tradisi? (bagian 1)"