Damariotimes. Hasil wawancara singkat dengan Suwardono, akademisi dan
praktisi filologi artefak sejarah Jawa Kuno. Hal ini terkait dengan penelusuran
tentang penutup kepala berbahan kain batik. Salah satu yang selama ini
digunakan oleh para pejabat Kota Malang, guru, siswa sekolah pada hari-hari
tertentu dalam berbusana adat, acap kali menggunakan sembong dan
blangkon bermotif Gringsing. Menurut pemahaan berdasarkan referensi
melalui naskah-naskah kakawin sampai kepada kidung, dan jenis tutur. Istilah Gringsing mengacu kepada
motif kain batik. Sedangkan pola yang tampak berbentuk titik-titik bulat kecil
normal seperti mata ikan atau mata ayam.
Kain batik Gringsing (Foto ist.) |
Selanjutnya dikemukakan, bahwa: Banyak yang berpendapat bahwa pola itu
memang mengambil dari bentuk mata ikan atau mata ayam. Bahkan pendapat
Suwardono, Pola Gringsing itu sudah dikenal di zaman Hindu-Buddha, yang
dalam hal ini setiap pola hias selalu berorientasi pada alam mitologi
kebudayaan pada zaman itu. Demikianlah pola Gringsing itu pun diambil
dari mitologi Hindu Buddha, yaitu kelopak dari bunga teratai yang memang
permukaannya penuh dengan butiran-butiran bagai mata ikan atau mata ayam. Pemahaman
ini yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Berikutnya, keterangan tentang
ikonografi, kelopak bunga teratai itu digunakan sebagai Asana (tempat
duduk Dewa/Buddha), sehingga dipersonifikasikan sebagai Singgasana Dewa. Hal
ini tentunya sangat beralasan, kenapa pada waktu itu pola Gringsing erat
hubungannya dengan kain yang dipakai oleh keluarga raja.
Suwardono juga mengajukan referensi pada masa perjuangan Raden Wijaya yang
mempertahankan diri dari serangan orang-orang Kadiri. Karena perajuridnya telah
kehilangan semangat, maka Raden Wijaya membagi-bagikan kain Gringsing kepada
pengikut tersebut, berikutnya para pengikut yang masih setia itu bangkit
semangatnya untuk pergi menyerang lawannya. Suwardono memahamkan, maksud dan
tujuan membagi-bagikan kain bermotif Gringsing, sudah barang tentu
memiliki makna simbolik yang mampu mensugesti para pengikutnya yang tinggal
sedikit, yaitu berdasarkan keyakinan spiritual Raden Wijaya, bahwa pengikutnya mendapatkan
perlindungan (dilingkup dalam singgasana Dewa).
Keterangan dari ahli filologi yang sudah menulis buku tentang Ken Arok,
dan beberapa buku sejarah yang kini sudah langka. Tentunya patut menjadi
pemahaman masyarakat, hanya saja secara kritis tentunya kain batik bermotif Gringsing
itu tidak digunakan sebagai penutup kepala.
Narsumber : Suwardono
Reporter : R. Hidajat
Editor : Muhammad Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Pemahaman Tentang Motif Batik Gringsing Sebagai Bahan Tutup Kepala dan Sembong"