Satu Sisi Keindahan dalam Seni Tari

Damariotimes. Dalam seni tari sebenarnya tidak atau jarang dijumpai masalah tidak tertangkapnya keindahan, seperti halnya dalam seni rupa. Orang bisa jadi merasa tidak indah menyaksikan sebuah lukisan abstrak, surealis atau ekspresionis ala Afandi. Keindahan yang tidak indah dalam seni tari biasanya terjadi pada bentuk-bentuk yang kasar, maka jika dibandingkan dengan seni tari klasik baik itu ballet atau tari Jawa dengan tari-tarian primitif. Maka penonton jelas akan memberikan penilaian bahwa tari klasik lebih indah, sementara itu generasi penganut aliansi seni tari kontemporer lebih cenderung yang murni (pure) dan penuh keekspresifan yang dapat menyentuh perasaan. Itu yang mereka anggap indah, estetik. Seperti halnya konsep mestro dari modern Amerika; Martha Graham. Gerak tubuh manusia mempunyai kekuatan (energi) yang potensial” untuk mengungkapkan suasana dan perasaan batinnya secara wajar (murni).
Pencarian keindahan tubuh (Foto ist.)
Dalam bentuk tari primitif, keindahan tidak diukur dari keindahan bentuk, gemulainya postur tubuh penari, keserasian dan kontras-kontras desain. Tetapi suasana yang tercipta sebagai bentuk pengabdian seni itu terhadap suatu ritus tertentu. Maka keindahan yang muncul sebagai nilai adalah terciptanya suatu kemanunggalan bentuk (seni tari tersebut) dengan situasi ritus. Kekhususkan, kehikmatan, dan leburnya penari sebagai sebuah media pengucapan doa. Dengan demikian pendekatan konstruktif koreografis tidak dapat dipergunakan.
Jika orang bermaksud mencari keindahan dalam pengertian lain, maka yang dihadapi sewaktu melihat tari-tarian primitif tidak bakal dijumpai. Karena bentuk-bentuk yang kasar, keras mungkin kaku, bahkan kualitas gerak dan pola lantai tidak ditemukan variasi untuk membangun dramatis.
 
 
Penulis    : R. Hidajat
Editor      : Muhammad Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Satu Sisi Keindahan dalam Seni Tari"