Damariotimes, berkesempatan menjumpai Drs. Gandung Djatmiko, M.Pd. Dosen Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Sebagai pendidik sangat disiplin dan ditakuti, sekaligus disayangi mahasiswa. Sikap tersebut ternyata juga dilakukan ketika jadi juri kebudayaan diberbagai Kabupaten seluruh DIY.
Gandung Djatmiko menunjukan wayang kardus hasil produksi salah satu masyarakat desa budaya DIY (Foto ist.) |
Tempat tinggalnya merupakan perkampungan sederhana, sungguhpun di beberapa tempat ada bangunan tradisional Jawa yang megah. Gandung menempati rumah yang difungsikan sebagai sanggar karawitan. Di tempat ini yang belajar karawitan tidak hanya orang lokal, orang asing juga banyak. Kemampuan menekuni seni pertunjukan tari sejak 1982 di ASTI, bakat dan keterampilan bawaan dari ayahnya seorang pengendang kethoprak di Kediri. Daripada itu, ilmu keseniannya terus merangkak dan melejit seiring perkembangan lnstitusinya: ISI Yogyakarta. Dalam pada itu, PEMDA DIY mempercayakannya sebagai juri berbagai lomba dan festival, mulai dari perintisan desa budaya, hingga kompetisi Desa Budaya Se-DIY. Kedisiplinan dan ketelitian yang dipegang teguh, hingga para lurah segan kepadanya. Jika ada penduduknya tidak paham penggunaan atau penerapan adat tradisional Jawa, tanpa basa-basi, langsung disemprot habis-habisan. Gandung berlaku demikian itu dikarenakan untuk kemajuan budaya, tidak hanya mau, tapi juga tahu tata cara penerapannya.
Dengan bahasa yang lugas, berbagai hal tentang desa budaya di DIY yang terus dieksiskan, seperti unsur Adat dan tradisi, bahasa, sastra, dan aksara, kuliner dan jamu tradisional, serta pemeliharaan artefak sejarah. Unsur kebudayaan itu ternyata mampu dikembangkan untuk bidang usaha peningkatan ekonomi masyarakat. Gandung mencontohkan, wayang yang dibuat dari kardus, namun dengan pengerjaan yang baik dan benar laku dijual dan banyak peminatnya. Dengan setengah senyum, Gandung menegaskan, kalau masyarakatnya kreatif dan disiplin.
Dengan bahasa yang lugas, berbagai hal tentang desa budaya di DIY yang terus dieksiskan, seperti unsur Adat dan tradisi, bahasa, sastra, dan aksara, kuliner dan jamu tradisional, serta pemeliharaan artefak sejarah. Unsur kebudayaan itu ternyata mampu dikembangkan untuk bidang usaha peningkatan ekonomi masyarakat. Gandung mencontohkan, wayang yang dibuat dari kardus, namun dengan pengerjaan yang baik dan benar laku dijual dan banyak peminatnya. Dengan setengah senyum, Gandung menegaskan, kalau masyarakatnya kreatif dan disiplin.
Reporter. : R.Hidajat
Editor : Muhammad Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Drs. Gandung Djatmiko, M.Pd. Pemerhati Budaya Tradisional Yogyakarta yang Cermat dan Teliti"