Damariotimes, Malang 21 Juni 2023; di tengah hari yang terik, bertandang
kepakar ludruk Malang; Suwito Hs. (74). Di kediamannya, jl. Maninjau Dalam VI.
Sawojajar Malang. Beliau kini satu-satunya pemain ludruk tertua di Malang.
Karena teman sepermainan di berbagai grup ludruk sudah meninggal dunia. Suwito
Hs. Mengaku sudah lebih 60 tahun berkecimpung di dunia perLudrukan.
Pengalamannya sebagai pemain, aktor utama, pengereman, dan lebih dari semua
ludruk di Malang pernah terlibat, baik sebagai aktor atau sutradara.
Suwito Hs. Menunjukan penutup kepala jenis tutup liwet tadah udan (foto ist.) |
Perihal seluk beluk ludruk di Malang dan perangkatnya sudah sangat
mengenal dikenal, bahkan juga tata cara berpakaian para pemainnya, baik di luar
atau di atas panggung. Termasuk penggunaan penutup kepala dari kain untuk
lingkungan ludruk.
Dari para pemain ludruk yang mengenakan penutup kepala dari kain sepengetahuan
Suwito Hs., tidak ada. Karena penutup kepala itu memang tidak digunakan oleh
pemain ludruk sehari-hari, mereka menganggap, bahwa tutup kepala itu untuk
digunakan aktor ketika bermain peran.
Penutup kepala dari kain itu adalah perangkat keaktoran. Ada keyakinan
di lingkungan pemain ludruk untuk tidak menggunakan sehari-hari, istilah Suwito
Hs, digladrah (dipakai terus-menerus).
Hal ini ditekankan oleh seniornya; salah satunya adalah cak Pilih, sutradara
ludruk dari Jember, demikian juga om Sagi; sutradara pertama di Malang. Mereka berdua menegaskan, bahwa penutup
kepala dari kain ini untuk identitas aktor sesuai dengan lakon yang dimainkan.
Penggunaan penutup kepala dari kain, umumnya adalah menggunakan dari
kain batik. Sejak zaman dahulu sudah ada yang menjual. Memang harganya mahal,
karena untuk orang kebanyakan tidak mampu membeli. Karena perkumpulan, penutup
kepala dari kain itu bagian dari inventaris dan memang dibutuhkan. Seperti Penari
Remo yang selalu menggunakan tutup kepala batik berwarna merah, yang disebut kain
Madura. Bentuk penutup kepala tertutup, seperti tokoh Paksakerah, atau
Branjangkawat.
Tahun 1955, Suwito Hs. sudah mengenal betul
bentuk-bentuk penutup kepala dari kain yang disesuaikan dengan lakon-lakon
ludruk, seperti pemeran lurah, pada umumnya menggunakan penutup kepala berjenis
Tutup Liwet. Tutup kepala untuk pemeran jagoan menggunakan kemplengan
(terbuka). Bagi tokoh Warok Wiryosari, seorang pembunuh berdarah dingin. Untuk
tampak jagoan, maka tutup kepala yang digunakan adalah terbuka. Peranan Patih
Sindureno dalam lakon Sawunggaling juga menggunakan penutup kepala terbuka.
Kata Cak Pilin, pemain ludruk itu harus rajin, rapi, dan menunjukan keterampilan
yang baik. Oleh sebab itu selalu menolak untuk menggunakan penutup kepala
sigaran (dibelah menjadi dua). Beliau selalu menekankan untuk menggunakan
penutup kepala dari kain yang segi empat. Karena itu menghargai budaya, kain
penutup kepala itu memang diciptakan segi empat, karena mengandung filosofis.
Sekarang pemain ludruk sudah tidak mampu dan tidak terampil memakai penutup
kepala secara langsung. Di Malang ini, yang pertamakali membuat penutup kepala
di citak (dijahit) adalah Suwito Hs. Beliau bisa, karena sudah lama memiliki
keterampilan menjahit. Penutup kepala yang sudah jadi marak dipakai oleh para
pemain sekitar tahun 1980-an. Dengan demikian, memang beralasan, jika para
pemain ludruk saat ini sudah kehilangan keterampilan dan keahlian mengenakan
penutup kepala berbahan kain, utamanya kain batik.
Reporter : R.
Hidajat
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Penutup Kepala untuk Seniman dan Aktor Ludruk di Malang"