Damariotimes.
Pemahaman tentang penutup kepala dari bahan kain (batik) yang usianya sudah
sangat tua, mungkin setua fungsinya sebagai penutup kepala untuk melindungi
dari teriknya matahari, atau menahan udara dingin yang memasuki lubang telinga.
Berikut ini hasil pernyataan orang-orang yang selalu atau seringkali tampak di
depan publik memakai penutup kepala dari kain batik.
Mbah Jo berpenutup kepala dari kain Batik, memperlihatkan wayang puspasarira pada Presiden Joko Widodo (Foto ist.) |
Suwardono, walaupun tidak sering tampak menggunakan penutup kepala,
namun pertimbangan diminta pendapatnya adalah seorang ahli sejarah, paham
Bahasa kawi, dan penulis buku: Ken Arok. Menyampaikan penutup kepala dari kain
batik merupakan: 'selembar kain dengan ukuran tertentu yang dibentuk lipatan-lipat
(wiru) dan diikatkan di kepala sebagai hiasan pelengkap berpakaian'.
Ki Demang (Isa Wahyudi, M.Psi.) penggagas Kampung Budaya Polowijen
(KBP) menjelaskan tentang makna penutup kepala yang diistilahkan kemplengan
(dipakai oleh orang muda). Cara memakai
dan makna filosofinya, sebagai berikut (1) Kain segi empat dilipat jadi segi
tiga, Kain dilipat lipat metode keluar masuk, keluar masuk hingga menyisakan
sedikit gunungan antara 10-13 cm tinggi gunungan, (2) (Gunungan) Gunungan di
taruh belakang mendansakan bahwa kita di Malang berada di daerah pegunungan dan
lebih tepatnya menghadap gunung Arjuna atau gunung Semeru sebagai kiblat orang Malangan,
(3) (Ukelan) Kali yang panjangan dililitkan kedepan digabungkan jadi satu dan
diukel di depan dahi mempunyai arti bahwa manusia harus berfikir menggunakan akal pikiran logika dan
rasio dalam melihat bertindak dan berperilaku dan semua harus dapat
dimaknai dan masuk akal, (4) (Wangsulan)
sisa ujung udeng yang panjang setelah di ukel ditarik kebelakang dan tiap ujung
itu ditalikan kebelakang dengan metode tapi wangsul. Mempunyai makna bahwa
darimana kita berasal dan suatu ketika kita akan kembali (wangsul: kembali)
ujung tali wangsul tegak ke atas menandakan bahwa kita siap kapanpun akan
diminta kembali dan siap sesuai dengan amal perbuatan kita, dan (5)
(Kemplengan) damping kanan kiri kepala yang terlilit kain udeng tersebut masing
masing kaman kiri di tarik sedikit ke atas dengan tetap memperlihatkan rambut
atas ubun-ubun. Maknanya kita siap kepleng di gembleng siapa saja dalam
kehidupan ini seperti kawah candra dimuka sampai ubun-ubun pun jadi.
Mbah Djo. Sapaan populer Syamsul Subakri. Pria berambut gondrong ini
merupakan aktivis budaya. Asal mula dipanggil
Mbah Djo, menurut pengakuannya: ketika beliau membuat kreasi kartu ramal
bergambar wayang kulit yang diberi nama Kartu Jowo. Sehingga beliau disapa ‘Jo’
(Kata itu singkatan dari “Karjo”) oleh kawan-kawan pada sekitar tahun 1991.
Berikutnya beliau menambahkan huruf ‘D’ ditengahnya agar Kartu Jowo terkesan sudah
berumur (heritage), sebab waktu itu baru ada satu orang yang membuat kartu
ramal bergambar (foto) wayang, sedangkan design kartu Mbah Djo bukan versi foto
tapi lebih pada gambar monokrom (hitam putih).
Fokus Kembali pada penutup kepala berbahan kain
batik, Mbah Djo yang seringkali membuat keterampilan seni dari bahan daun
kelapa (janur) atau rumput mending untuk wayang puspasarira, menyatakan tentang penutup kepala dari kain
sebagai berikut: sebenarnya saya membawa pesan lewat iket/udheng untuk
mengabarkan bahwa iket bermakna raket atau akrab dan udheng itu mudheng
(mengerti atau paham), kadang saya ceritakan juga tentang arti simpul dan arah
menghadapnya ujung udheng sebagai kode.
Marsam Hidayat, ketua Ludruk Lerok Anyar yang sering menggunakan penutup kepala dari kain batik (Foto ist.) |
Ikatan simpul tunggal disebut talipati yang berarti kita sudah bertekad
untuk tidak mundur / ganti topik / berubah arah ,sedangkan simpul tarik atau taliwangsul
melambangkan atau untuk kode keadaan yang masih bisa dibicarakan ulang .
Mengingat simpul tadi hanya bisa dilihat dari belakang maka hanya orang
yang dibelakang kita yang bisa mengetahuinya sedangkan lawan bicara baru bisa
yakin dengan apa yang sudah kita sampaikan setelah kita mungkur.
Reporter : R. Hidajat
Editor : Muhammad Afaf Hasyimy
Ayo mbah Jo Wayang Suket
BalasHapus