Damariotimes.
Malang, 23 Juni 2023. Di Kampung Budaya Polowijen (KBP) Kelurahan Polowijen,
Kecamatan Blimbing, Kota Malang diselenggarakan forum Sinau Budaya # 23. Dalam
pertemuan tersebut mendiskusikan dan mengembangkan ekosistem budaya di kota
Malang. Acar ini dipandu oleh moderator Isa Wahyudi, M.Psi. atau yang akrab di
sapa Ki Demang (penggagas KBP). Pertemuan ini menghadirkan dua pembicara bidang
seni pertunjukan, yaitu Dr. Robby Hidajat, M.Sn. dan Bambang Supriyono, S.Sn.
Sinau Budaya kali ini dibuka dengan
Tari Grebeg Sabrang yang ditarikan oleh anak-anak usia 6-8 tahun. Topik diskusi
kali ini mengarah pada kritik seni pertunjukan topeng Malang dan seni
pertunjukan di Malang pada umumnya. Tujuannya untuk memberikan ruang pada
peserta yang pada umumnya pelaku seni pertunjukan, dan beberapa mahasiswa yang mempelajari
bidang sosial.
Forum diskusi dibuka oleh Bambang
Supriyono, S.Sn. dengan tembang Jawa, khas Malang: Asmaradana. Di Malang
memiliki kebiasaan khusus, semua tembang diawali dari Asmaradana, karena asmara
itu menjadi utama dalam kehidupan sosial; cintailah sesamamu manusia.
Peserta diskusi yang asik mengutarakan problematika berkesenian di Malang (Foto Ist.) |
Dr. Robby Hidajat, M.Sn. seorang pakar
seni pertunjukan dari Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang yang telah
mempelajari topeng Malang lebih dari 30 tahun. Pada kali ini tidak memaparkan
aspek teknik topeng Malang, akan tetapi mengajak para peserta untuk berfikir
secara simbolik konstruktif tentang ketidaksadaran sosial dalam mendalami
kesenian. Mengingat kerja seniman tidak selalu dilandasi oleh faktor ilmiah,
sungguhpun Sutak Wardhiono, salah satu seniman tari mengemukakan. Selama ini
beliau mengedepankan sisi tanggung jawab, sehingga pemahaman secara rasional
logis tetap dipertahankan, hal ini juga memicu peserta lainnya: Eko Ujang,
sebagai praktisi penari dan penata tari yang juga selalu mengedepankan argumen
dalam berkarya. Mbah Jo, seorang penggerak budaya dan penggagas wayang dari
Jerami dengan sebutan Wayang Puspa Sarira. Beliau mencari penguatan etika moral
estetik. Hal ini merupakan kesadaran intropeksi yang menari.
Acara
yang dimulai pukul 20.00 WIB tersebut menjadi ruang diskusi yang menarik,
bahkan tidak terasa malam semakin larus, moderator; Ki Demang merasa, pertemuan
kali ini berlangsung menarik, bahkan tidak terasa malam sudah semakin larut. Pembicaraan
masih membutuhkan ruang dan kesempatan lebih lanjut, dan acara ditutup dengan
melantunkan tembang oleh Bambang Supriyono. S.Sn.
Reporter : H. Gumelar
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Malang Membutuhkan Forum Kritik Seni Pertunjukan untuk Mengembangkan Ekosistem Budaya"