Seni Pertunjukan di Ranah Publik di Barat dan di Timur

        Damariotimes. Sejarah seni pertunjukan di ranah publik merupakan pemberontakan kemampuan ‘panggung’. Gerakan ini dimulai pada awal abad XX, yaitu ketika seni pertunjukan mulai mengalami transformasi dari bentuk-bentuk tampilan yang konvensional.
Tampilan Tari di Ranah Publik untuk menguatkan mentalitas penari (Foto Ist.)
        Tampak para seniman seni pertunjukan menunjukan adanya pemberontakan terhadap ruang-ruang panggung yang terlalu mengekang kebebasan mereka berekspresi, sehingga gerakan yang mereka lakukan diawali dengan melakukan eksperimental sebagai upaya inovasi yang dipandang dapat memberikan kebebasan, artinya hal ini merupakan simbol dari perlawanan terhadap ‘panggung’, dalam pengertian lain, bahwa seni pertunjukan panggung konvensional sebagai seni yang tidak lagi terjangkau oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan adanya faktor komersialisme. Hanya orang-orang tertentu yang mampu menikmati hiburan di dalam auditorium yang ber-AC.
        Pelopor dari seni pertunjukan di ranah publik ini mulai terasa sekitar tahun 1960an, yang semakin populer di Amerika Serikat dan Eropa, seniman-seniman seperti Allan Kaprow, Peter Schumann, dan Vito Acconci menggagas seni performance art, yaitu menentang batas-batas konvesional seni pertunjukan dan mengajak pentonton untuk berpartisipasi aktif dalam pertunjukan. Selain dari pada itu, gerakan ini juga mulai terasa menguat di Eropa, dengan harinya kelompok teater seperti Royal de Luxe, Teatro Tascbile di Bergamo, dan theater du Soleil.
        Kelompok teater Bread dan Puppet Theater juga melakukan gebrakannya di  tahun 1963 di Glover, Vermont, Amerika Serikat. Kelompok ini dikenal dengan gebrakan penampulan di jalan-jalan dan lapangan. Tujuannya untuk memperlihatkan bentuk seni pertunjukan yang lebih inklusif dan partisipatif, sasarannya adalah menyadarkan tentang keberagaman dan melawan ketidakadilan sosial dan politik.
        Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, seni pertunjukan di ranah publik semakin menguat diberbagai belahan dunia yang dipicu oleh gerakan sosial dan politik, misalnya seni instalasi, seni interaktif, atau seni jalanan yang digunakan untuk merespon isu-isu sosial seperti hal asasi manusia, lingkungan, dan gender. Seniman seperti Krzsztof Wodiczko, dan Suzanne Lacy menggunakan seni pertunjukan untuk membangkitkan kesadaran sosial.
        Sementara seni pertunjukan di ranah publik di Indonesia tampaknya sangat berbeda, bahkan seni yang konvensional kerakyatan merupakan seni publik. Kelompok-kelompok seniman di pedesaan selalu tampil di halaman terbuka, perempatan jalan, lapangan, dan di tepi-tepi sungai. Sementara seni kontemporer yang ditampilkan di ranah publik adalah kegiatan eksperimental seperti yang tampak pada gambar di atas. Tampilan mereka adalah untuk mengasah dan menguatkan mentalitas mereka sebagai seniman panggung yang profesional.




Reporter    : R. Hidajat
Editor         : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Seni Pertunjukan di Ranah Publik di Barat dan di Timur "