Damariotimes. Surakarta
atau yang juga dikenal dengan sebutan Solo, merupakan salah satu kota bersejarah
di Jawa Tengah. Kota ini sangat dikenal sebagai kota seni, dan pusat budaya
Jawa. Oleh karena itu banyak menyimpan sejarah yang menarik, utamanya sejarah
dizaman kolonial. Karena Solo pernah menjadi pusat perdagangan, dan kaitannya
dengan keberadaan Kelenteng (rumah peribadatan Tridarma: Konghucu, Budha, dan
Taoisme) Tien Kok Sie.
Kelenteng
Tien Kok Sie terletak di samping sebelah selatan, menghadap ke utara. Tepatnya
di samping kiri pasar Gede Hardjonagoro Surakarta, yaitu berada di Jalan Gadjah
Mada. Bangunan peribadatan ini menjadi saksi bisu perdagangan di Surakarta pada
masa lalu. Kelenteng tersebut dibangun pada tahun 1745 oleh para pedagang
tionghoa yang bertempat tinggal di kompleks pecinan Pasar Gede. Kelenteng ini
status kepemilikan tanahnya menempati lokasi tanah miliki Kraton Kasunanan
Surakarta. Salah satu pelopor pendirinya adalah seorang pedagang berkebangsaan
tionghoa Bernama Tien Kok Sie. Pada
awalnya, bangunan ini merupakan kantor perusahan perdagangan orang-orang
Tionghoa yang berbisnis barang-baang seperti sutra, teh, dan rempah-rempah.
Kelenteng Tien
Kok Sie memiliki bangunan yang berciri khas arsitektur akulturasi budaya Tionghoa
dan Jawa, yaitu tampak pada bentuk pintu, jendela, dan atapnya yang melengkung
dan dihiasi dengan ukir-ukiran artistik. Selain dari pada itu, bagian dalam
bangunan ini juga dipenuhi oleh ornamen-ornamen khas Cina, warna merah dan
kuning yang mendominasi, diantara bentuk binatang mitologi, seperti ular naga.
Kelenteng Tien Kok Sie menjadi
saksi sejarah perjalanan perdagangan di Surakarta, pada masa itu menjadi tempat
yang sangat ramai, bahkan menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Jawa
Tengah. Berkat jaringan perdagangan yang sangat kuat, para pedagang Tionghoa,
seperti Tien Kok Sie mampu mengembangkan bisnisnya dengan pesat. Sungghpun
demikian, di masa penjajahan Belanda, ternyata banyak pedagang Tionghoa yang
mengalami kesulitan menjalanankan bisnisnya. Hal ini disebabkan oleh Kolonial
Belanda membatasi gerak para perdagangan Tionghoa. Karena Belanda
memprioritaskan untuk para pedagang bangsa Belanda.
Ketika zaman berkembang, kantor
dan pusat perdagangan orang-orang Tionghoa dijadikan tempat peribadatan, yaitu
sekarang dikenal dengan sebutan Kelenteng Tien Kok Sie. Bahkan tempat ini
walaupun relatif kecil, banyak peziarah yang datang. Utamanya di hari raya Imleks.
Terlebih Kelenteng Tien Kok Sie dekat dengan pasar Gede Surakarta, sudah barang
tentu Kelenteng ini juga ikut menjadi pusat perhatian bagi wisatawan yang
berkunung di pasar Gede Surakarta.
Reporter : Suci
Narwati
Editor
: Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Kelenteng Tien Kok Sie: Mengenang Jejak Sejarah Perdagangan di Surakarta"