Damariotimes. Memasuki bulan
Maret, berbagi perguruan tinggi di Indonesia mulai memasuki masa Ujian Tengah
Semester (UTS). Para dosen di berbagai bidang studi mulai pusing, karena untuk
mengukur hasil belajar mahasiswa menjadi sangat sulit. Bahkan berbagai cara
telah dilakukan, karena semakin ketat melarang mahasiswa menggunakan perangkat smartphone,
tampaknya menjadi sia-sia. Karena berbagai tugas yang diberikan untuk mengasah
pengetahuan mereka tidak mampu memasuki wilayah sintesa. Karena mereka dapat
mengambil jalan pintas untuk bertanya ke aplikasi artificial intelligence (IA).
Maka
apa yang dapat dilakukan oleh para dosen. Pengalaman menunjukan, bahwa dosen
harus menyiapkan diri untuk merubah system pembelajaran dari pemberian konten,
ke pengalaman. Sehingga mahasiswa dapat melakukan sendiri bagaimana mereka
melakukan kegiatan mencari, menemukan, dan menyimpulkan pemahaman yang
direncanakan dalam pengajaran.
Demikian
juga dalam pengambilan sampel kemampuan dengan cara melakukan ekseminasi di tengah
semester (UTS). Sebelum memasuki masa UTS dimungkinkan ada pengalaman empiris
yang secara klasikal dialami bersama oleh mahasiswa. Setidaknya diketahui dan
atas bimbingan pengajar.
Ketika
UTS, soal yang disampaikan adalah melaporkan dengan singkat (satu lembar)
tentang apa yang telah mereka alami, bahkan ditekankan dari sudut pandang
subjektif. Semakin detail mahasiswa dapat menjelaskan pengalamannya, tentunya
dapat dipastikan. Bahwa materi perkulihanan yang disampaiakan memang
benar-benar dapat sampai pada pemahaman mahasiswa.
Strategi
untuk menghindari Perangkat Aplikasi Artificial Intellegence (AI) ini tentunya
sangat beragam. Mungkin anda juga sebagai dosen sedang memikirkan hal tersebut,
apa pendapat anda tentang hal tersebut.
Reporter : R. Hidajat
Editor : Muihammmad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Strategi Ekseminasi Mahasiswa Menghindari Perangkat Aplikasi Artificial Intellegence (AI)"