Damariotimes.
Tari Gambyong mulai berkembang pada zaman Pakubuwana IX (1861-1093). Atas usaha
K.R.M.T. Wreksadiningrat, tari tersebut diperkenalkan kepada umum dan ditarikan
oleh seorang waranggono (pesindhen).
Tampaknya pada
waktu itu tari gambyong diperhalus sesuai dengan kaidah-kaidah tari keraton,
sehingga tari gambyong mempunyai bentuk yang berbeda dengan sebelumnya. Agaknya
pada waktu itu terjadi proses perpaduan tari rakyat dengan tari keraton. Bentuk
tari gambyong ini, kemudian berkembang
dalam masyarakat.
Pada awal abad
XX (1920-an), tari Gambyong sering disajikan di lingkungan Keraton Surakarta.
Susuhunan Pakubuwana X juga sering menyaksikan pertunjukan tari
gambyong di Harga (semacam kopel).
Nyi Bei
Mardusari mengatakan bahwa tari gambyong sering ditampilkan di Mangkunegaran
pada masa K.G.P.A.A.Mangkunegara VII (1916-1944). Bahkan ia menyebutkan penari
gambyong yang baik di Mangkunegaran pada waktu itu adalah Sri Kamini Sukanto.
Sementara itu,
pada tahun 1930-an di lingkungan Keraton Surakarta juga dikenal adanya penari
yang baik dan sering diminta menari atau mendapat “tanggapan”. Mereka adalah
Nyi Waralaksmi (Sadinah) dan Nyi Warakanya. Kedua penari ini mendapat pelajaran
menari dari empu tari di Surakarta, Nyi Waralaksmi mendapat pelajaran tari dari
Djagaharjana (Djagatmaja), sedangkan Nyi Warakanya mendapat pelajaran tari dari
Wignya Hambeksa.
Tari gambyong sering
ditampilkan di Mangkunegaran pada zaman
penjajahan Jepang, untuk menjamu para tentara Jepang yang datang di
Mangkungaran (kira-kira tahun 1942-1945). Ternyata hal ini mendorong Nyi Bei Mintoraras untuk menyusun tari
Gambyong Pareanom pada tahun 1950. Tari Gambyong Pareanom ini mempunyai bentuk
yang berbeda dengan bentuk tari gambyong sebelumnya, baik dalam susunan tari,
iringan tari, rias, dan busananya.
Bentuk tari ini telah dibakukan, yaitu susunan urutan sekarang, iringan tari,
rias dan busana telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan kebiasaan bentuk tari
gambyong pada umumnya waktu itu.
Bentuk tari
Gambyong Pareanom ini disusun
berdasarkan tari Srimpi, Golek, dan Gambyong. Juga digarap dengan berpijak pada
kaidah-kaidah tari istana.pada proses penyususan tari ini terjadi pula
perpaduan tari rakyat dengan tari
istana.
Dalam
perkembangan selanjutnya, ternyata munculnya tari Gambyong Pareanom ini mampu
mendorong hadirnya susunan-susunan tari gambyong yang lain, yaitu disusun oleh
penyusun tari yang berbeda. Sumardjo Hardjoprasanto menyusun tari Gambyong
Pangkur pada tahun 1962. S. Ngaliman menyusun tari Gambyong Gambirsawit (1970), tari Gambyong Pareanom
(1972), dan S. Maridi menyusun tari Gambyong
Pareanom pada tahun 1974. S.Maridi menyusun tai Gambyong Ayun-ayun
(1969), tari Gambyong Pangkur (1975),
tari Gambyong Panreanom (1975), dan tari Gambyong Sala Minulya (1979).
Selain itu di
Mangkunegaran juga dilakukan penyusunan tari gambyong oleh Nyi Bei Mintorartas,
yaitu tari Gambyong Padhasih (1956), tari Gambyong Sumpyar (1970), dan tari
Gambyong Campursari (1970).
Ditulis kembali dari:
Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2004. Sejarah
Tari Gambyong: Seni Rakyat Menuju Istana. Surakarta: Etnika.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Tari Gambyong adalah salah satu bentuk dari tarian Jawa klasik yang berasal dari Surakarta dan biasanya dipertunjukan untuk menyambut tamu atau dipertunjukan dalam pagelaran seni
BalasHapusTari gambyong merupakan salah satu tari tradisional yang ditampilkan dalam acar adat dengan gerakan yang anggun dan penuh makna, dengan kostum yang indah yang mencerminkan budaya Jawa yang kaya.
BalasHapusArtikel ini sangat penting karena memberikan pengetahuan baru bagi pembaca tentang budaya Indonesia, khususnya Tari Gambyong. Informasinya sangat bermanfaat untuk memahami sejarah dan perkembangan seni tradisional kita.
BalasHapusArtikel ini memberikan informasi yang mendalam untuk pembaca mengenai sejarah tari gambyong
BalasHapus