Diskusi ‘Pelestari’ Ludruk di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang

        Damariotimes, Malang, Rabu, tanggal 22 Februari 2023 dilangsungkan diskusi tentang ‘Pelestarian Kesenian Tradisional’ di Malang, topik yang disasar adalah Ludruk. Ludruk di Malang dipandang memiliki keuniukan dan khas, karena berbeda dengan  seni pertunjukan ludruk di daerah lain, seperti Surabaya dan Jombang.  
Diskusi ‘pelestarian’ ludruk dengan seniman Kota Malang (Foto ist.)
        Dian Utari, Kabid Kebudayaan yang melontarkan pertanyaan "Ludruk ini mau diapakan, dikemanakan, dan apakah". Pertanyaan itu dijawab beragam oleh peserta diskusi yang terdiri dari seniman, pekerja seni, sutradara ludruk, akademisi, dan ketua Dewan Kesenian Malang. Rendra, sebagai moderator yang secara langsung mengedarkan undangan pada mereka yang dituju, dan atau yang mewakili person yang diharapkan dapat memberikan sumbang pikiran. 
        Lontaran tentang pelestarian ludruk memang memiliki sudut yang bersifat multisectoral, berbagai ungkapan dan pernyataan, serta informasi telah disampaikan. Semuanya cenderung menyampaikan potensi yang selama ini telah dilakukan. Setidaknya seperti yang dikemukakan oleh Eko Jiep yang memiliki travel biro perjalanan wisata Malang-Bromo Tengger. Pada aktivitas terlevel agensinya selama ini telah merektrut para pelaku seni pertunjukan di wilayah Gribig Malang. Suhardi yang memiliki panggilan populer Cak Tawar. Menginformasikan aktivitasnya sebagai pemain ludruk yang sejak tahun 1970-an, seperti Cak Totok Suprapto yang sangat getol menyemangati pemain ludruk muda di Malang. dan juga Sutak Wardhiono yang mempunyai komunitas Kendo Kenceng. Bahkan sutradara ludruk senior, Suwito Hs. yang menanyakan tentang ‘tanggung jawab pelestari ludruk”. Dia Utari. Menegaskan bahwa tanggung jawab pelestari seni tradisional berdasarkan undang-undang no. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu bersifat multisectoral, sektor seniman, penikmat, dan juga lembaga pemerintah.
Sebagian peserta yang menyumbangkan gagasan pelestarian ludruk (Foto ist.)
        Hal ini tampaknya tidak berpulang dengan tujuan diskusi, karena ungkapan yang dilontarkan oleh Eko Jiep, tampaknya bersumber dari upaya yang telah dilakukan. Upayanya sebagai travel biro selama ini kekurangan aktivitas seniman yang dapat ditawarkan pada wisatawan, termasuk ludruk. Motivasi praktis dan ekonomis itu memang memiliki dampak positif bagi seniman ludruk, namun upaya itu memang belum bersambut. Jika memang ada peluang, maka dimungkinkan ada banyak tempat yang dapat diaktifkan, sehingga dinas Pendidikan dan kebudayaan kota Malang dapat memfasilitasi.
        Diskusi yang menarik ini memang tidak cukup satu kali, karena Sutak Wardhiono juga menginformasikan, diskusinya dengan Kepala Bidang Pariwisata Jawa Timur, Sinarto yang telah memfasilitasi diskusi sudah hampir tiga tahun belum mendapatkan titik kepastian, bagaimana upaya yang dapat dilakukan pemerintah.
        Apakah anda punya usul juga untuk ‘pelestarian’ ludruk di Malang. Tentunya masih menari, utamanya bagi Kabid Kebudayaan Kota Malang untuk menyusun program tahunan. Silahkan komentar, asik ini jika berlanjut.



Reporter : R. Hidajat
Editor        : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Diskusi ‘Pelestari’ Ludruk di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang"