Damariotimes.
Kalau sarapan menggunakan rawon atau pecel itu kuah khasnya orang Malang, tapi
jika sarapan pakai bubur ayam, yaitu itu sarapannya orang-orang China di Malang
jaman dahulu, kuno. Karena dulu penjual bubur ayam selalu memasuki kawasan
perubahan besar yang ditinggali oleh bos-bos. Seisi rumah sarapan bubur ayam semua.
Zaman seperti itu pernah di alami pak Subari, ketika masih menjualkan bubur
ayam milik Peter, pedagang bubur ayam yang tinggal di Kayutangan. Dulu penjual
bubur ayam yang paling enak ya, bubur bosnya itu. Lebih dari lima tahun
mengabdi jadi penjual bubur ayam dan kacang hijau, kemudian menjadi tahu
rahasianya. Kemudian bertekat membuka sendiri dengan berjualan ke liling dipikul.
Pak Subari mulai mandiri sebagai pedagang
bubur sejak tahun 1973. Sudah sangat ahli, setiap hari memasak bubur ayam
kurang lebih 5 kg. buburnya tidak seperti bubur Jakarta yang disiram kuah
kuning, ini bubur khas Malang. Ayamnya langsung diaduk didalam adonan bubur,
sehingga terasa bumbunya yang meresap ketika dimakan.
Setiap
hari pak Subari melayu dari Desa Dungboto, dekat pasar sayur di Tumpang, dan
mulai membuka lapak pukul 08.00 WIB dan tutup pukul 15.00 WIB itu kalau belum
habis, namun pada umumnya jam 11.00 WIB sudah ludes. Jangan lupa kalau hari jum’at,
pak Subari memang meluangkan waktunya untuk ibadah, libur tidak kerja. Tapi
hari Minggu, berangkat lagi melayani langganannya yang biasa jalan-jalan pagi
di sekitar jalan surabaya-semarang.
Selain bubur ayam yang legend,
pak Subari juga menjual bubur kacang hijau, tidak seperti bubur kacang hijau
yang lain. Tampak kulit kacangnya dan masih bulat-bulat, seringkali nyangkut di
gigi. Bubur kacang pak Subari pakai kacang hijau yang sudah dikupas, dan
berlendir, karena dicampur dengan tepung kanji. Sehingga ketika ditelan
langsung tertelan tanpa dikunyah-kunyah lagi. Pokoknya sip. Ini kuliner yang
tidak banyak orang yang tahu. Jangan bilang-bilang, ya. Ini khusus untuk anda
yang sempat membaca berita ini. Kirimkan kabar komentar, biar yang lain juga dapat
berbagi cerita.
Reporter : R. Hidajat
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk " Bubur Ayam dan Kacang Hijau Pak Subari: Mek Sepuluh Ewu"