Damariotimes.
Pengetahuan tentang seni pertunjukan di luar Indonesia tentunya juga menarik
untuk dipelajari. Sejak abad XVIII,
lakon “Nai” telah dikaitkan
secara erat dengan lakon Panji
dari Jawa Timur. Hal ini dimungkinkan peran kerajaan Mahapahit menjadi sangat
besar, yaitu meluasnya Kawasan yang disebut dengan ‘Nusantara.’ Sehingga lakon
Panji telah dikenal oleh masyarakat
Thailand. Lakon Panji dikenal di
Thailand dikenal dengan sebutan “Inao”; yaitu singkatan dari Nang Nai atau ‘drama yang diperankan wanita-wanita istana”;
lakon ini sangat pupuler, hampir umum diketahui dan menjadi perbincangan luas,
bahwa lakon “Nai” selalu mengartikan “Inao” dramatari yang diperankan oleh penari wanita. Kalau di Jawa
dikenal dengan bentuk Langendriyan.
Ramakien ditampilkan setiap hari untuk wisatawan (Foto ist.) |
Raja-raja Thailand telah menjadi pelindung kelestarian lakon “Nai”, pihak istana selalu memberikan
bantuan biaya produksi, bahkan terus senantiasa mendorong keluarga istana untuk menulis lakon-lakon baru
dan menarikannya untuk menghibur raja.
Empat epos mitologi yang yang berkembang
di Thailand tidak hanya Inao, namun juga Ramakien (Ramayana), Unarut (Aniruddha), Inao
(Panji), adalah gaya tarian Asia Tenggara yang dikenal sebagai Lakhon Nai.
Tarian “kerajaan” yang berasal memiliki teknik dan gaya tarian dari versi laki-laki yang disebut “Lakhon
Nai Phu Chai”. Selanjutnya, tarian ini terdiri dari gerakan tarian yang sangat
lambat.
Pada tahun 1932 telah dicanangkan dan
sistem pewarisan dari istana yang dihentikan, Pangeran Naris dan Pangeran
Naratif tetap memperjuangkan kelestarian kesenian klasik tersebut, bahkan sebuah
departemen seni diciptakan dalam pemerintahan untuk mengambil alih fungsi dalam
pengajaran lakon, salah satunya adalah
“nai”. Gedung pertunjukan nasional menanggungkan pertunjukan “nai” bagi masyarakat umum secara regular dan
sering pula lakon yang lain secara bergantian.
Lakon “Nai” dalam bentuk dramatari yang
dipertunjukan hanya oleh para penari wanita,
kecuali beberapa peranan kecil di mainkan oleh laki-laki. Lakon “Nai” memperagakan tari putri Thailand dalam
bentuknya yang klasik. Tari adalah elemen artistik utama dari pertunjukan walaupun
para penari wanita juga mengucapkan dialog dan kadang-kadang menyanyi.
Sebuah kelompok koor wanita di luar
panggung menyanyi dan melangsungkan narasi yang menerangkan penampilan dari
adegan-adegan menyanyi. Satu koor wanita
di luar panggung menyanyi dan melagukan narasi yang menerangkan penampilan dari
adegan-adegan yang ditarikan dan dipantomimkan. Adegan-adegan tari murni adalah
biasa. Sebuah orkes pi phat yang
standar mengiringi pertunjukan. Episode-episode dari Ino secara tradisional
adalah satu satunya pokok persoalan tatapi
cerita-cerita yang lain sekarang di pertunjukan dengan gaya yang sama.
Nyanyian-nyanyian dengan syair, dialog
dengan bentuk prosa: lakon-lakon ditulis dalam bahasa Thailand modern dan sepenunya diingat oleh pemeranan.
Tidak ada topeng atau tata rias
distilisasi dipegunakan. Tata busana
yang dipola mengikuti busana istana Thailand jarang mengidentifikasikan
peranan-peranan khas tatapi biasanya hanya tipe-tipe karakter. Skenario dibuat
khusus untuk setiap produksi. Pertunjukan-pertunjukan yang ditampilan pada
siang hari dan malam hari berlangsung selama dua setengah sampai tiga jam
Sumber
Brandon, terj. R.M. Soedarson.2003.
Penulis : R. Hidajat
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Tahukah Anda Tentang: Seni Pertunjukan Klasik Di Thailand"