Damariotimes. Makanan pengganti nasi mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968. Pada waktu itu mie instan yang pupuler dengan sebutan Supermi telah dijual di gerai-gerai kampung. Memang belum banyak orang yang mengkonsumsi mie instan secara khusus, namun mie ini dikonsumsi untuk teman makan nasi, alias untuk lauk. Bahkan tidak disertai telur, atau sawi. Umumnya digunakan untuk sarapan. Satu bungkus mie instan direbus dan dibagi menjadi dua atau tiga orang anak, atau disantap bersama orang tuanya.
Supermi santapan anak-anak tahun 1970-an (sumber detikfood) |
Pupulernya mie instan di Indonesia yang waktu itu dikenal dengan sebutan Supermie adalah diproduksi PT. Lima Satu Sankyu, alamatnya di Toko Tiga no. 51 Jakarta Barat. Pabrik mie instan pertama itu dikembangkan oleh Sjarif Adil Segala dan Eka Wijaya Moeis dengan dukungan Sankyu Sokushin Kabushiki Kaisha dari Jepang. Keterlibatan dukungan produsen Jepang, sebab mie instan yang pertama Indonesia disebabkan oleh mie instan yang diproduksi di Jepang pada tahun 1948.
Sjarif Adil Segala mempunyai ide untuk memproduksi mie instan di Indonesia. Karena dia memang sudah pernah merasakan mie instan di Jepang waktu sekolah di Sana. Bahkan pada awalnya produksi Supermi harus mengimpor tepung dari Jepang, karena di Indonesia belum ada pabrik tepung.
Setelah Supermi mulai pupuler, dan menjadi santapan para pelajar dan mahasiswa, utamanya mereka yang kuliah di perguruan tinggi terkenal di Indonesia. Termasuk perguruan tinggi yang ada di Bandung dan Jakarta. Mereka dapat tumbuh menjadi pemimpin dan ilmuwan pada tahun 1990an juga berkat makan nasi dan mie instan yang bernama Supermi.
Posting Komentar untuk "Mie Instan Santapan Para Pemimpin dan Ilmuwan di Indonesia"