Asal Usul Tari Reog Kendang Tulungagungan

        Damariotimes. Raja Bugis bermaksud mempersunting Dewi Kilisuci, putri dari Kerajaan Kediri.   Beberapa punggawa dan prajurit dari kerajaan Bugis diutus menyampaikan lembaran. Dalam perjalanan dari kerajaan Bugis ke Kediri. Para prajurit mengalami hambatan. Sungguhpun demikian, utusan raja Bugis terus mampu melampau hambatan hingga sampai di Madiun. Di daerah itu, para prajurit salah jalan lewat Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung. Para prajurit dari kerajaan Bugis ternyata mampu menghindari berbagai hambatan, hingga sampai di Keraton Kediri.

Sikap tanjek Tari Reog tulungagung (Foto ist.)
        Para prajurit Bugis di Kediri, kemudian disampaikanlah amanat (perintah) dari Bugis. Sang Dewi Kilisuci menerima lamaran tersebut dengan syarat, yaitu beberapa permintaan yang harus dipenuhi oleh raja Bugis sebagai mahar pernikahan. (a) Mata ayam tukung lebarnya sebesar terbang miring digantung di gubuk penceng, (b) Seruling pohon padi sebesar batang kelapa, (c) Dendeng tumo sak tetelan pulut (jadah), (d) Ati tengu sebesar guling, (e) Madu lancing 6 (enam) bumbung, dan (f) Binggel emas bisa berbunyi sendiri.
        Maksud keenam persyaratan tersebut hanyalah sebuah kiasan (teka-teki) yang sulit diartikan bagi para prajurit. Dengan maksud kiasan tersebut bahwa, Sang Putri Dewi Kili Suci menolak lamaran raja Bugis secara halus. Setelah mendengar permintaan Sang Putri, para prajurit merasa kebingungan. Mau pulang takut menerima sangsi dari sang raja, karena sudah dijanji tidak akan diperbolehkan pulang sebelum memboyong Putri Kilisuci. Maka dari itu datang para prajurit ke wilayah Tulungagung untuk mengartikan kata kiasan tersebut sekaligus membuatnya:

  • Mata ayam tukung selebar terbang miring diartikan Gong Kempul, digantung di gubuk penceng diartikan Gayor, maka diciptakanlah Gong Kempul yang digantung di Gayor.
  • Seruling pohon padi sebesar batang pohon kelapa diartikan sebagai Selompret.
  • Dendeng tumo sak tetelan pulut (alat untuk menumbuk  jadah) diartikan Kenong.
  • Ati tengu sebesar bantal (guling) diartikan Iker. 
  • Madu lanceng 6 (enam) bumbung diartikan Dhodhog (bumbung) yang berjumlah 6.
  • Binggel emas bisa berbunyi sendiri diartikan Gongseng.

        Setelah barang tersebut tercipta, maka para prajurit mengantarkan barang-barang tersebut kepada Sang Putri dengan membentuk formasi barisan, terciptalah gerak Baris. Sebelum diserahkan kepada sang Putri, sang prajurit memohon kepada sang pencipta, maka para prajurit memandang ke bawah-ke atas dan ke kanan-ke kiri. Kemudian terciptalah gerak Bumi langit (sundangan).
      Para prajurit melalui semedi dengan geduk tanah supaya diterima, barang-barangnya maka terciptalah gerak Gejoh bumi. Para prajurit setelah semedi mengantarkan persembahan (Bebono). Maka tercipta gerak Joget menthokan (mundhuk-mundhuk). Setelah barang-barang diserahkan maka para prajurit mundur / lengser. Terciptalah gerak Pathetan.
       Setelah barang-barang diteliti para prajurit melingkar menyaksikan, maka terciptalah gerak Joget lilingan. Setelah dinyatakan cocok diterima barang-barang itu para prajurit kaget terciptalah gerak Joget midak kecik noleh kanan noleh kiri.
      Para prajurit memuncak kegirangannya,maka terciptalah gerak Joget andul (engklek). Setelah para prajurit senang-senang sang putri khidmat menciptakan sesosok tubuh melesat masuk sumur,dan diketahui semua prajurit. Semua melihat sumur dan terciptalah gerak Ngungak sumur.Setelah melihat sumur sangat dalam,  maka tercipta gerak Kejang jinjit. Setelah sang putri tidak muncul dan hilang, para prajurit berbalik. Para prajurit merasa tak berhasil, maka dengan tangan hampa dia pulang, terciptalah gerak baris lagi.


Kontributor     : Canggih Handharbeny, Reka Ayu Pramidhita, Ihda Nur Kumala Dewi, dan Nova Bagus Prayoga    
Editor              : Muhammad ‘Afaf Hasyimy


Posting Komentar untuk "Asal Usul Tari Reog Kendang Tulungagungan"