Damariotimes, Tuban, tanggal 16
November 2022, bertempat di aula perpustakaan Universitas Ronggolawe (UNIROW)
Tuban jl. Manunggal no. 61 Tuban. Diselenggarakan Pembinaan Kesenian &
Organisasi Kesenian oleh Disbudporapar Tuban. Menurut Kabid Kebudayaan: Drs.
Sumardi, Tuban yang mempunyai seni pertunjukan tradisional masih membutuhkan
perhatian dari pemerintah, dalam hal ini telah menjadi agenda Disbudporapar
Tuban. Oleh karena itu pada tgl 15-16 November 2022 diundang pekerja seni
tradisional lintas generasi, agar mereka dapat berkomunikasi dengan arahan para
pakar. Pada kesempatan yang sangat berharga ini, para pelaku seni pertunjukan
ditemukan dengan Sukatno, S.Sn., M.Sn. mantan kepala Taman Budaya Jawa Timur,
Dr.Robby Hidajat, M.Sn. dari prodi Pendidikan Seni Tari dan Musik DSD FS
Universitas Negeri Malang. Dosen yang aktif dibidang koreografi ini telah
mengamati seni pertunjukan Thak-Thakan kurang lebih 3 tahun yang lalu, dan juga
ditampilkan narasumber lokal, Ki Buntas Pradoto, S.Pd. aktifis yang sudah lama
memperhatikan dan memotivasi pekerja seni Thak-Thakan.
Tampilan Thak-Thakan secara alami (Foto Ist.) |
Robby Hidajat, Eko Hardoyo, dan Buntas Sedang mendiskusikan struktur tampilan Thak-Thakan (Foto Ist.) |
Adegan Wewe Angon Kirik-Kikik (Foto Ist.) |
1.
Suguh Manembah Gusti
Adegan pertama semua pemain dengan membawa topeng-masing-masing duduk
bersila, ki demang suguh manembah gusti, niat ingsun tolak balak. Setelah
melakukan suguh ki demang memutari para pemain dengan menaburkan bunga setaman
kemudian meninggalkan arena bersama pemain yang lain. Di atas pentas hanya wewe
gombel dan Among gecul.
2.
Wewe Gombel Jogedan
Wewe gombel jogedan merias diri, dan membuat tampilan yang bersifat
menghibur. Adegan ini dimaksudkan untuk mencari tumbal untuk melindungi alam
dari gangguan dari upaya kerusakan yang diakibatkan ulah manusia.
3.
Buto kala
Buto kala adalah perwujudan karakter yang mengganggu lingkungan, ulah
dari manusia yang merusak lingkungan, sehingga gerak-geriknya cenderung membuat
kerusakan atau keonaran, bahkan seringkali membawa pedang untuk mengganggu
ketentraman lingkungan. Buto kala tetap di atas panggung memperhatikan dengan
membawa pedang.
4.
Kirik kikik
Kirik kikik adalah binatang mitologis yang mencari penyebab kerusakan
lingkungan, ulahnya yang lincah, dan mencium-cium diberbagai sudut, bahkan
menciumi tubuhnya dari kekotoran badaniah. (kirik kikik dapat ditarikan secara
tunggal atau kelompok, setidaknya komposisi 3 penari)
5.
Wewe Angon Kirik-Kikik
Wewe memasuki arena untuk mencari kirik-kikik untuk dipelihara guna
menjaga kedamaian dan ganggunan dari perusak alami, kemudian dibawa masuk.
6.
Thak-Thakan
Thak-Thakan merupakan binatang mitologi yang merasa terganggu dengan
kerusakan alam, sehingga dia keluar dari pertapaannya. Thak-Thakan dapat
ditampilkan secara tunggal atau tiga secara bergantian. Gerakannya adalah merasa
gerak atas lingkungan yang semakin tidak nyaman dan menyenangkan. Dengan
penciumannya yang tajam, ternyata buto kala juga tercium, bahkan datang untuk
mengganggu usaha Thak-Thakan membersihkan lingkungan.
7.
Kirik-Kikik Mangsah Buto Kala
Di sela-sela kesibukan Thak-Thakan mengusir buto kala, kirik-kikik datang
untuk menghalau buto kala dengan sangat tangkas. Sehingga buto kali dapat
dihalau pergi, masa terjadi pertemuan antara kirik-kikik dan Thak-Thakan.
8.
Thak-Thakan dan kirik-Kikik Mider Jagad
Pertemuan
Thak-Thakan dan kirik-kikik menjadi simbol pertemuan antara kebaikan yang dapat
mengusir perusak alam, keduanya menyatukan diri untuk mengelilingi dunia dan
terus menjaga keberadaan dunia agar tetap lestari.
Konsep
yang ditawarkan pada pekerja seni Thak-Thakan diharapkan dapat membantu
tampilan mereka menjadi seni pertunjukan yang menarik. Karena kesenian ini
masih asli dan belum mendapatkan sentuhan kreativitas yang berlebihan.
Reporter : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Rekonstruksi Thak-Thakan sebagai Seni Pertunjukan di Tuban"