Damariotimes, Jawa Tengah, Sabtu, 1 Oktober 2022. Hari tampak cerah ketika menapaki areal Taman Wisata Borobudur Prambanan. Seperti kebanyakan objek wisata yg lain, Prambanan pagi itu tampak cantik diterpa cahaya mentari yang semakin terang. Pukul 08.00 WIB beberapa bus besar sudah berjajar, penumpang nya telah bertebaran di depan pintu masuk taman wisata Prambanan. Bahkan ada beberapa turis mancanegara yang datang berduaan. Mereka menatap tubuh candi yang tampak segar, terasa elok dipandang dari pintu masuk yang berjarak 200 meter. Kami juga ikut memandangi, Sri Rama yang ada di dalam teras tubuh candi tersebut. Tentu sangat indah dan membawa sejuta petuah hidup berkeluarga yang penuh perjuangan.
Di tengah hujan grimis: Bertemu Sri Rama di areal Panggung Terbuka Perambaban (Foto ist.) |
Sesampainya di pelataran candi yang sudah semakin terik, ternyata pengunjung tidak diijinkan mendaki badan candi. Larangan ini dikeluarkan sejak masa pandemi covid-19 dua tahun yang lalu. Dengan rasa kecewa harus menerima kenyataan ini, Sri Rama tak dapat dijumpai. Untuk menghalau rasa kecewa itu, mencoba untuk tetap bertahan, mungkin ada jalan. Tapi peraturan memang tidak dapat meloloskan. Hingga hari semakin terik, dan memaksa menghalau dari halaman candi yang menyimpan misteri Rara Jongrang itu.
Langkah kaki yang semakin gontai, lemas, dan haus harus menyusuri tepian taman. Tapi masih berharap besar, nanti malam dapat bertemu Sri Rama di panggung terbuka Prambanan.
Menjelang sore, udara panas memang sudah terhalau, tapi mendadak hujan deras mengguyur kota Yogyakarta dan sekitarnya. Kami menunggu dengan sabar dan masih memandangi tubuh candi Hindu yang basah kuyup.
Adegan kaputren Alengka: hujan pertunjukan di pendapat Trimurti (Foto ist.) |
Hujan terus jatuh dengan lebat, hingga pukul 18.30 WIB, Adzan Isya’ sudah lewat, namun gerimis tetap membuat galau untuk dapat bertemu Sri Rama. Setelah menahan keresahan, hujan mulai reda, kami bergegas mencari tumpangan takso online, sudah lewat 15 menit tak kunjung dapat, ditengah gerimis, kami putuskan untuk dapatkan ojek menuju areal panggung terbuka Prambanan. Setelah sampai, mendadak dukejutkan oleh penonton yang melimpah, kondisi masih gerimis. Mereka sama-sama menunggu antrian, koordinator setiap rombongan mengurus tiketing, kami harus menunggu, karena tidak booking terlebih dahulu, gerimis masih tetap rapat. Pengelola memutuskan untuk menampilkan sendratari di pendapa Tri Murti, areal indoor.
Kami masih menahan dingin dengan sebagian baju yang basah, sungguh pun sudah dapat berfoto dengan replika pemain Rama dan Sinta di dekat areal tiket box. Petugas memberikan keterangan, bagi yang belum dapatkan tiket, mohon bersabar menunggu, di areal indoor kapasitasnya hanya 500 penonton. Jika penuh, ya yang belum pesan tiket harus rela tidak bisa bertemu Sri Rama.
Menjelang pertunjukan di mulai petugas tiket mengumumkan masih tersisa sejumlah tiket kelas 2 seharga Rp. 150.000,-/orang. Tanpa berpikir panjang kami langsung membeli dan bergegas untuk dapat tempat duduk. Rasa lega dan gembira, kami dapat bertemu Sri Rama dalam penampilan Sendratari gaya Yogyakarta.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk " Tengah Hujan Grimis, Memburu Sri Rama di Panggung Terbuka Prambanan "