Damariotimes. Membicarakan seni tari di Indonesia, tentunya tidak hanya fokus pada fungsinya sebagai hiburan, yaitu untuk orang melampiaskan emosi sosialnya. Menari-nari melepaskan kepenatan, atau menonton kecantikan penari yang gemulai di atas pentas. Pelacakan (observasi) dan praktik langsung bersama narasumber adalah metode penggalian subjek penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Negeri Malang, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Robby Hidajat, M.Sn. bersama tim peneliti yang terbabung dalam skema penelitian Indonesia Malaysia Research Consortium (I’MRC). Upaya tersebut dijelaskan oleh Robby Hidajat; tari Zapin sebagai subjek penelitian dimaksudkan untuk mencari spirit dinamik (kekuatan spiritual) yang mampu membentuk roh kebudayaan dari sebuah komunitas atau masyarakat di Indonesia. Penggalian dilakukan dibeberapa tempat, baik di Jawa Timur, atau di luar Jawa. Setidaknya daerah-daerah yang memiliki potensi yang kuat dalam pertumbuhan tari Zapin.
Dr. Robby Hidajat, M.Sn. ketika mempelajari gerak tari Zapin dari Ahmad Muzani (Foto ist.) |
Pertumbuhan
tari Zapin di Indonesia setidaknya memiliki kaitan dengan persebaran agama
Islam ke Nusantara, yaitu setidaknya sebuah era yang terjadi adanya peralihan
kekuasaan. Transmisi yang secara tidak langsung dapat diperhatikan dan
dipelajari dari fenomena aktivitas perniagaan, gelombang pertama datangnya para
saudagar dari Gujarat (pedagang Arab), dan dari pada itu juga ikut serta
kebudayaan Arab yang memiliki spirit Islami. Dalam kaitan persebaran spirit
Islami dan juga budaya Arab juga ikut serta tersebar di berbagai komunitas
masyarakat etnik di Nusantara.
Salah
satu observasi tari Zapin yang pernah dilakukan adalah di Gresik. Daerah ini
disinyalir merupakan salah satu tempat bersejarah datangnnya para pedagang dari
Hadramaut, Yaman Selatan. Pelacakan dilakukan
untuk mengamati adanya sosiofact, yaitu berupa keterampilan teknik yang masih
mampu diperagakan oleh pendukungnya. Gerak yang diamati adalah tari Zapin yang
diduga adalah tari Zapin Arab. Hal ini telah diruntut adanya benang merah,
persebaran tari Zapin di Jawa. Perkembangannya tidak seperti dalam masyarakat
etnik yang lain, seperti di Sumatera, Kalimantan, atau Makassar. Orang Jawa
bukan digolongkan sebagai etnik pelaut, mereka lebih condong sebagai petani
atau pedagang, oleh karena itu jiwa masyarakat Jawa lebih mementingkan aspek
kontemplasinya. Memikirkan hal-hal yang hakiki, sehingga tujuan untuk
mendapatkan pengetahuan banyak yang termotivasi untuk mendatangi para Kyai.
Sebelum marak pondok sebagai ‘sekolah’ para pembelajar agama Islam datang dari
bebagai penjuru daerah untuk berguru pada Kyai yang tinggi ilmunya. Daripada
itu tumbuh komunitas ‘pondok’ (tempat tinggal untuk belajar secara sederhana).
Mondok artinya numpang, sehingga para santri menumpang di rumah seorang Kyai
untuk menimba ilmu.
Selain
mempelajari ilmu agama, para santri juga bersosialisasi dan juga menumbuhkan
budaya interaksi sosial. Sehingga mereka seperti halnya masyarakat yang lain,
salah satunya adalah bermain musik, seperti hadrah, samroh, atau melantunkan
puji-pujian pada Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat-sahabatnya. Jika
lingkungan mereka mondok sudah mulai maju, kegiatan bermusik mulai memasukan
bentuk musik yang lebih umum di nusantara ini, yaitu Gambus. Seiring dengan keterampilan
bermain musik Gambus, ikut serta tari yang dipelajari dari masyarakat peranakan
Arab, yang disebut Tari Zapin. di Jawa lebih dikenal tari Zapin dari pada nama
lain tarian yang telah dikembangkan oleh orang-orang Melayu, seperti Jepen,
Jepin, atau Badana. Jika memperhatikan hal tersebut, maka yang dipelajari oleh
orang Jawa sehingga berkembang bentuk Kuntulan, Kundaran, Salatunan,
terbang bandung (bandungan). Semua turunan tarian tersebut berasal dari tari
Zapin Arab, yaitu menekankan pada bentuk Langkah kaki yang lebih berat dan
berirama 4/4. Tubuh lebih tampak tegak, atau berat condong ke depan.
Menggunakan busana mesiran; pakai jubah atau baju koko dan celana
Panjang, mengenakan kaus kaki (kasut) dan mengenakan kaus tangan.
Workshop tari Jezapinan Nusantara di ISI Denpasar Bali (foto ist.) |
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Jezapinan Nusantara dikembangkan peneliti dari Universitas Negeri Malang"