Pertumbuhan seni pertunjukan wisata di Bali semakin
meroket, utamanya ketika pandemi Covid-19 telah melandai. Hampir setiap hari
wisatawan ke berbagai tempat terus membludak, terutama yang berminat untuk
mengunjungi kecak Ramayana di Pura Uluwatu.
I Nyoman Suganda, tokoh Hanoman legendaris di Uluwatu (foto ist.) |
Dr. Robby Hidajat, M.Sn. salah seorang peneliti dari LPPM
Universitas Negeri Malang mengarahkan sentra wisata di Uluwatu sebagai subjek
penelitian. Penelitian yang dilaksanakan bersama Prof. Utami Widiati, Ph.D, dan
Dra. EW. Suprihatin, DP.,M.Pd. ini mefokuskan pada dialektika pembentukan tokoh
dalam seni wisata. Mengingat penokohan di lingkungan seni wisata tentunya
sangat ketat persaingannya, karena ada aspek finansial di belakangnya. Oleh
karena itu, disinyalir tidak hanya tuntutan artistik yang menjadi beban dari
seorang tokoh, utamanya tokoh yang dipandang sangat penting. Seperti yang
dilakukan oleh I Nyoman Suganda.
I Nyoman Suganda yang ditemui disela-sela persiapan
pementasan Kecak Ramayana di Uluwatu mengaku sebagai salah satu pendiri,
setidaknya beliau adalah salah satu relawan yang memotivasi 64 pedagang
souvenir dan makanan di lingkungan Uluwatu. Sekitar tahun 1990-an, lingkungan
Pura Uluwatu tidak seramai sekarang. Karena mereka yang datang ke tempat ini
hanya ingin menikmati kesejarahan dari Pura yang legend ini, disamping keunikan
tebing yang curam dan dapat menikmati keindahan Samudra Indonesia.
Pria yang populer dipanggil Mr. Sung ini dilahirkan pada
tanggal 11 Desember 1961 di Desa Pecatu. Perkembangan hidupnya mulai dari kecil
dilalui dengan menekuni berbagai bidang seni yang dipelajari secara otodidak.
Pada tahun 1996 ide gagasan untuk mengembangkan lingkungan Pura Uluwatu dan
kesejahtraan para pedagang terus menggelayuti pikirannya. Oleh karena itu mulai
digagas penampilan kesenian, semula hanya tari-tarian khas Bali. Namun tidak
kunjung mendatangkan minat wisatawan. Namun I Nyoman Suganda mengaku tidak
patah arang, berapapun penonton yang datang selalu ditampilkan hiburan khas
Bali. Setelah berpikir keras, maka diputuskan untuk memanggil pelatih dari desa
Gianyar untuk melatih tari kecak.
Agus Syantara pengganti I Nyoman Suganda sebagai pemeran Hanoman (Foto ist.) |
Setelah segala upaya dilakukan, bahkan I Nyoman Suganda
mengembangkan potensinya sebagai penari Hanoman. Salah satu daya tarik kecak
Ramayana di Uluwatu ini adalah atraksi dari penampilan Hanoman, baik
kejenakaan, keperkasaan, dan keperwiraan tokoh utusan Sri Rama untuk menggempur
Rahwana Raja Alengka.
Ketika mulai lewat lima tahun, tepatnya di tahun 2000 an,
pementasan mulai menunjukan minat masyarakat. Karena dibantu oleh
rekan-rekannya yang sangat getol mempromosikan, dari hotel ke hotel, dan
utamanya pada supir-supir taksi, serta biro travel di Bali. Sehingga kemajuan
sangat pesat, setiap hari pertunjukan kecak Ramayana tampil dengan kapasitas
penuh, kurang lebih 1000 orang penonton, kadang juga harus tampil dua kali.
I Nyoman Suganda yang dipandang sebagai perintis, dan
pejuang kehidupan masyarakat di Desa Pecatu. Karena sekarang anak cucu mereka
secara berkesinambungan dapat belajar dan tampil sebagai pemain kecak Ramayana
di Uluwatu. Karena dalam kesepakatan, bahwa pemain kecak Ramayana ini adalah
penduduk resmi dari desa Pecatu. Jika menikah dan keluar dari desa Pecatu,
secara resmi tidak dikeluarkan dari keanggotaan.
I Nyoman Suganda sekarang posisinya menjadi anggota luar
biasa, artinya dapat sewaktu waktu untuk tampil, atau sekedar mengunjungi untuk
memberikan saran dan perhatian pada penari muda. Salah satu yang diyakini oleh
I Nyoman Suganda untuk menggantikan posisinya sebagai Hanoman adalah Agus Syantara,
yang populer dengan panggilan Tejo. Penampilannya dipandang sangat kreatif,
sehingga I Nyoman Suganda benar-benar puas mendapat pengganti yang benar-benar
dapat merefleksikan masa mudanya sebagai penari Hanoman.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "I Nyoman Sungada Tokoh Hanoman Legendaris Pada Kecak Ramayana Di Uluwatu Bali"