Damariotimes. Bali, 24 September 2022. Daerah Bali Selatan, pada tahun 1990-an tidak ada orang yang mau tinggal ditempat itu, hanya orang-orang yang sudah beranak pinak tinggal didaerah itu yang tinggal dengan keterbatasan. Daerah ini adalah wilayah berkapur, terjal, dan panas. Susah untuk mencari air, sehingga daerah ini menjadi wilayah minus.
Dr. Robby Hidajat, M. Sn, berbincang dengan I Made Sudira S.Pd. (Foto ist.) |
Semenjak pusat wisata mulai bergeser, dari wisata seni ke wisata alam, berangsur-angsur mulai tumbuh. Banyak investor mulai menaruh perhatian, mendirikan hotel-hotel dan restoran. Sehingga daerah ini menjadi meningkat secara ekonomi.
Terkait dengan pertumbuhan wisata, tahun 1996 di Uluwatu mulai tumbuh objek seni pertunjukan, salah satunya adalah kecak Ramayana. Sebuah tari kolosal dengan musik yang berasal dari mulut penari, cak cak cak..
Lakon Ramayana yang setiap malam ditampilkan membawakan episode Hanoman Obong. Adegan selalu ditampilkan adalah pembukaan, doa dipimpin seorang pemangku, bernama I Made Terka, Ketika awal adegan dimulai, penari kecak memasuki arena pementasa, mereka melingkar, pak Made memercikan air suci, simbul permohonan kelancaran, dan keselamatan.
Penari kecak berjumlah 80 orang melingkari tonggak lampu kecak dengan lima obor api yang menyala. Awal lakon yang digelar adalah adegan Rama dan Sinta yang berada di hutan Dandaka. Kemudian berlanjut dengan peristiwa hilangnya Sinta yang diculik Rahwana. Maka tokoh Rahwana menjadi sangat penting dalam tampilan pertunjukan. Pada kesempatan langka, penulis dapat menjumpai tokoh Rahwana, I Made Sudira, S.Pd. beliau merupakan salah satu perintis kecak Ramayana di Uluwatu sejak pertama kali didirikan. Maka secara teknis dalam membangun alur cerita sangat menguasai.
I Made Sudira, S.Pd yang sehari-hari sebagai kepala sekolah menceritakan awal berdirinya kecak di Uluwatu, penuh perjuangan dalam proses perintisan, mempromosikan pada biro-biro perjalanan. Secara bertahap ada tamu berapapun dilayani. Ketika ada tamu 50 orang sudah senang, tapi perjuangan itu tidak serta merta meningkat sampai tahun 2000-an.
I Wayan Eka Artana Putra; pengganti pak Sudira; gagah, dinamis, dan enerjik (Foto ist.) |
Pada waktu perintisan itu selain berjuang promosi keluar, namun juga menggalang solidaritas di dalam. Karena tidak semua anggota yakin akan dapat berkembang seperti sekarang.
Sekarang pun masih berjuang, utamanya untuk mempersiapkan regenerasi. Karena para pemain yang angkatan pertama usianya sudah mencapai kepala lima. Perjuangan kita belum selesai, tegasnya mengakhiri perbincangan sore hari di belakang stage. Karena bagi para senior seperti Pak Sudira harus rela membina dan menyerahkan perannya sebagai tokoh Rahwana pada anggota yang baru. Sekarang yang jadi Rahwana adalah pemain muda, energik, dan bersemangat, yaitu I Wayang Eka Artana Putra.
Editir : Muhammad Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk " Bertemu Rahwana di Uluwatu Bali"