Damariotimes. Malang, 16 Juli 2022, Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Timur Komunitas Seni Budaya Brangwetan menyelenggarakan Webinar Relevansi dan Aktualisasi Budaya Panji. Topik yang disodorkan melalui seminar virtual ke 24 ini adalah Cerita Panji dalam Wayang Topeng Malangan.
Webinar Cerita Panji (foto ist.) |
Presentasi webinar Cerita Panji Malang dengan moderator Henri Nurcahyo (foto ist.) |
Dr.
Robby Hidajat, M.Sn. dari Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik,
Departemen Seni dan Desain, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang menyampaikan
pandangannya berjudul: Panji dalam Wayang Topeng Malang.
1.Panji ditemukan dalam wayang topeng Malang: panji
atau lakon panji sudah dibahas secara mendalam dan meluas di forum ini, baik
yang dibahas secara ilmiah argumentatif atau opini atas pengalaman dan
pendalaman oleh berbagai pengamatan “Panji”. Saya membatasi tidak masuk ke
ranah polemik, tatapi hanya mengemukakan hasil kajian yang lebih dari 20 tahun
ini menjelajah ruang budaya masyarakat topeng di Malang Jawa Timur. Berbagai
hal telah memberikan pelajaran yang menarik, Utamanya dari sudut pandang kajian
struktural simbolik atau struktural estetik. Panji dalam lingkungan ruang
budaya masyarakat topeng di Malang adalah lakon yang berorientasi pada
karakteristik kebangsawanan (bukan Panji dalam lingkungan sosial kerakyatan).
Hal ini saya tegaskan terlebih dahulu, agar sepakat memperhatikannya melalui
pemahaman tersebut. semua ‘panji’ yang hadir dalam ruang panggung pertunjukan
topeng di Malang merefleksikan Panji sebagai seorang kesatria, bukan kesatria
yang menyamar menjadi rakyat. Hal ini saya tegaskan terlebih dahulu, agar
benar-benar fokus memperhatikan sebagaimana yang saya maksud.
2.Ada dua ruang sosial Panji dalam masyarakat Jawa
(a) Panji dalam ruang sosial kebangsawanan, yaitu di lingkungan para bangsawan
setingkat Bupati dan kerabatannya (sehingga ditemukan figur seniman topeng
bernama Reni yang mengabdi pada Bupati Malang), (b) Panji dalam ruang sosial
kerakyatan. Panji dalam ranah ini tidak terdapat dalam wayang topeng Malang (tidak
ada cerita yang menunjukan bahwa Panji jadi rakyat jelata), yaitu kehadirannya
lakon-lakon seperti ande-ande lumut, kethek ogling, atau entit.
3.Panji yang diyakini sebagai orientasi ideologi
sehingga digambarkan secara simbolik (a) Panji sebagai satria pembasmi
kejahatan (ini transformasi dari budaya wayang purwa),(b) Panji sebagai lambang
kasih sayang (ini transformasi dari epos Ramayana), (c) Panji sebagai pahlawan
(ini transformasi dari sastra Panji hasil penelitian), (d) Panji sebagai raja
yang bijaksana (ini merupakan halusinasi sosial masyarakat Jawa yang merindukan
ratu adil).
4. Raut wajah topeng Malang: raut wajah topeng
Malang memiliki orientasi pada wayang kulit, artinya masih sangat kuat
dipengaruhi oleh budaya bangsawan. Utamanya di tampakan pada bentuk alis, mata,
hidung, mulut, dan kumis. Bahkan ditengarai dasar dari raut topeng (utamanya
alus) berorientasi pada bentuk wajah patung Budha (opini tersebut lepas dari
setuju atau tidak, yang jelas topeng Malang menuju pada orientasi ideologi dari
gambaran pola yang ideal dan estetika klasik. Tidak selalu hasil karya topeng
dari pengukir topeng di Malang, tidak ditemukan orientasi ideologinya, hal
tersebut bisa jadi karena faktor alat, dan keterampilan.
5. Panji sebagai model transcendental (a) selama
mengkaji memahamkan adanya lakon panji di Malang, sebagai model yang bersifat
transcendental. Artinya orientasi vertikal lebih utama ditekankan pada
masyarakat pendukungnya. Sehingga lakon yang ditampilkan menunjukan pembentukan
orientasi ideologi kebangsawanan,. Sehingga mengharapkan masyarakat menjadi
terobsesi dalam meningkatkan status sosial, tidak hanya menjadi masyarakat petani saja, namun petani yang memiliki
drajat yang setara dengan kaum bangsawan,(c) hal ini yang menjadi argumentasi
saya, bahwa lakon panji di Malang bukan lakon yang bersifat kerakyatan atau
lakon yang berorientasi pada model imanensi.
6.Fungsi seni pertunjukan wayang topeng, (a)
sebagaimana fungsi wayang topeng Malang adalah untuk ritual suguh pundhen,
artinya digunakan untuk memuja roh leluhur, dengan demikian hal tersebut bukan
sebagai hiburan. (b) selain daripada itu digunakan sebagai ‘ruwatan’ untuk
masyarakat di Malang bagian timur, artinya sebagai tolak balak, yaitu untuk
media permohonan agar terhindar dari segala marabahaya, (c) jika sebagai bentuk
pertunjukan dimaksudkan sebagai ungkapan simbolik, yaitu pada waktu
menyelenggarakan hajatan pernikahan. Maka lakon Rabine Panji menjadi sebuah
sukacita masyarakat desa yang tidak bisa secara langsung menyaksikan Panji
(Pengeran) yang diikahkan pada zaman dahulu.
7.Mendamaikan konflik (a) kehadiran panji yang
terkait dengan hajat hidup masyarakat desa adalah upaya untuk mendamaikan
konflik, karena ada dua entitas yang selalu berlawanan untuk meminta tindakan
agar mampu diseimbangkan yaitu ‘kasar’ dan ‘alus’. Keduanya menjadi estetik
jika disatukan, hal ini yang dapat dipahami sebagaimana ‘topeng dan penari’
yaitu yang dipahami dengan istilah setangkup, seperti pintu dari rumah Jawa
yang disebut ‘kupu tarung’.(b) istilah ‘kupu tarung’ juga digunakan untuk pola
perang pada wayang jawa timuran, hal ini yang menunjukan konflik, (c) konflik
menjadi pemahaman yang hakiki dalam kehidupan, misi tesebut yang diusung oleh
lakon panji sebagai upaya untuk membuat dunia menjadi ‘stabil’ atau ‘seimbang’,
(d) jika diperhatikan dari latar sejarah munculnya dan isi dari lakon Panji
pada masanya adalah upaya mendamaikan konflik antara saudara, agar rakyat
menjadi sejahtra, Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji disatukan, sungguhpun
pernikahan mereka sebenarnya tabu dalam pemahaman Jawa yang disebut dengan
‘dadung kepuntir.”
Reporter :
Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Editor : Marsam Hidajat
Posting Komentar untuk "Webinar Relevansi dan Aktualisasi Budaya Panji Cerita Panji dalam Wayang Topeng Malang"