Damariotimes. Tayub di Malang pada tahun 1950-1990 merupakan pada rentang
perkembangan tayub yang khas di
Malang Jawa Timur. Karena mampu menunjukan perbedaan dengan tandhak tayub yang berasal
dari Jawa Tengah.Atraksi tandhak tayub di atas panggung (Screnshot
Youtube tayub ngantang Purnomo)
Tayub tidak hanya merupakan seni pertunjukan rakyat yang fungsinya meghibur
laki-laki yang kesepian, atau mereka yang memiliki pergaulan luas di kalangan
para penggembar tayub. Penggemar tayub datang kearena tayub sebagai ajang
prestis.
Bagi para tandhak, profesi mreka sebagai seniman
tari yang potensial dan prospektif tentu ada batasnya. Oleh karena itu, masa
surut mereka menjadi masalah sosial tersendiri.
Tahun 1950-90 dimaksudkan sebagai rentang
pengamatan yang hasilnya tergambar rentang masa produksit seorang tandhak berprofesi. Mereka hampir setiap
malam selalu tampil di seluruh wilayah daerah-daerah di Malang, dan sekitarnya.
Pada rentang itu, ditemukan era-era sebagai
berikut: Tahun 1950-an adalah era pencarian identitas estetik, Tari
Remo dan teknik pencak silat sebagai
objek pengembangan. Tahun 1960-an adalah era pertumbuhan dan popularitas tandhak Malang. Dampaknya
adalah menggilas para tandhak yang tidak mampu
memahami dunia persaingan, penampilan para tandhak tidak hanya
mengedepankan teknik gerak tari, namun juga kecantikan dan tubuh seksi.
Profesi menjadi seorang tandhak merupakan mencipta dunia impian, seperti putri pada dongeng cinderela dalam legende kuno, dan tahun 1980-an adalah era masa surut, para tandhak yang pernah pululer pada masa
sebelumnya mulai mencari alternatif.
Semua yang tampak bagaikan sebuah usaha
untuk mempertahankan citra diri agar dapat menopang gaya hidup sebagai
seniman, bahkan secara terus menerus
diperjuangkan di luar arena pertunjukan.
Upaya tandhak sebagai produk ‘issu,’ kadang tidak mampu menopang eksistensinya. Para tandhak yang tidak
populer hidup menunggu belas kasihan teman, atau berusah dibidang jasa
ketrampilan pembuatan kostum, atau sebagai guru tari dari tandhak pemula. Namun, sebagai seniman, mereka tetap berkeras hati agar dirinya tetap hidup dalam pikiran para
penggembarnya.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Tandak Tayub Malang"