Damariotimes. Wayang wong di
Malang memiliki pasang surut dan dinamika tersendiri, bahkan keberadan wayang
wong di Malang memiliki peran yang cukup dalam kancah perkembangan wayang wong
di Indonesia.
Wayang wong tempo dulu (Sumber https://perkyfinger.wordpress.com/) |
Puncak kejayaan perkembangan
wayang wong di Malang mencapai reputasi sebagai wayang pupuler sekitar awal
tahun 1960-an, bahkan sering di undang pentas di Istana Republik Indonesia di Jakarta.
Primadona pada pertunjukan wayang wong yang bernaung pada Ranting Gamelan Ang
Hien Hoo (sekarang perkumpulan kematian Panca Budi) bernama Juan Ing, waktu itu
oleh Presiden RI yang pertama; Ir. Soekarno diganti namanya menjadi Ratna
Juwita. Tak lama kemudian menikah
dengan seorang pengusaha dan hijrah ke Los Angeles – Amerika.
Popularitas kelompok wayang wong Ang
Hien Hoo dicatat harian Suara Merdeka Semarang; yaitu pada keikutsertaan
sayembara wayang wong se Indonesia tahun 1962 di Solo. Waktu itu wayang wong
Ang Hien Hoo dipimpin oleh Liem Ting Tjwan menampilkan lakon Mintorogo.
Selain wayang wong yang dimotori
oleh orang-orang Cina di Malang, tahun
1960-an, perkembangan wayang wong di Malang bagaikan jamur di musim hujan,
setidaknya 1 kali dalam setahun tampil di berbagai acara, khususnya pada
perayaan 17-an (HUT RI).
Penyebaran wayang wong di Malang meliputi daerah-daerah seperti di Tanjung,
Lowokwaru, Sukun, Jl. Welirang, Jl. Batok, Klojen, Blimbing, Kebonagung, dan
Krebet. Bahkan pabrik-pabrik gula di Malang pernah ikut serta menyemarakkan
pertumbuhan wayang wong di Malang.
KEBANGKITAN WAYANG WONG
Masa kebangkitan wayang wong di
Malang terasa kembali pada tahun 1970-an, sungguhpun tidak sebanyak perkumpulan
wayang wong pada tahun 1960-an. Bahkan pada tahun 1993 dan 1995 juga mengikuti
Festival Wayang Wong Amatir (WOPA) Festifal yang merebutkan piala bergilir Ibu
Negara R I; Tien Soeharto. WOPA adalah lomba wayang wong seperti yang pernah
diselenggarakan pada tahun 1962, tetapi kondisinya sangat berbeda. Wayang wong
dari Malang yang tergabung dalam perkumpulan Balapratama yang disponsori oleh
Walikota Malang, Soesamto. Ternyata banyak didukung oleh pemain bayaran,
artinya bukan wayang wong yang tergabung dalam keanggotaan resmi. Hal tersebut
juga terjadi pada perkumpulan lain, seperti Wayang Wong PMS (Perkumpulan
Masyarakat Surakarta) yang selalu memboyong piala bergilir Ibu Negara R I; Tien
Soeharto.
Balapratama merupakan sebuah usaha
untuk menumbuhkan kembali kepopuleran wayang wong di Malang yang mendapatkan
kuat dari walikota Malang, Soesamto. Waktu itu ada beberapa penari utama yang
berasal dari keturunan Cina, sungguhpun peminat wayang wong di kalangan
masyarakat Cina tidak seperti tahun 1960-an. Memasuki pertengahan tahun 60-an,
semua kesenian vakum, termasuk wayang wong. Tetapi memasuki awal tahun 1970-an
mulai muncul wayang wong binaan dari ABRI yang dikenal dengan Wayang Wong
Wijayakusuma. Wayang wong Wijayakusuma menempati gedung pementasan di Flora.
Pemain lama banyak bergabung pada wayang wong tersebut seperti Iksan; Kakak
kandung Iksun Hs., Prapto Salyo Pati.
Tetapi anak wayang yang tergabung pada Wayang Wong Wijayakusuma sudah tidak
terdapat pemain keturunan Cina.
Pada tahun 1990-an muncul Wayang Wong Balapratama, semangat pembinaan
wayang wong ini sangat baik, bahkan
reputasi cukup baik, khususnya di mata para pemain wayang wong senior,
seperti Prapto Salyo Pati, Iksun Hs, Mul, dan lain-lainnya. Mereka seolah-oleh
menemukan jiwa baru, suasana yang segar, hingga mampu mengikuti Festival WOPA
dua kali, dan berhasil mendapatkan nominasi 5 besar.
Sementara itu Yudo Asmoro salah satu penggerak dan aktifis budaya Jawa
mulai memunculkan kelompok wayang wong yang bernama Slogo Budoyo, di samping
itu juga muncul juga kelompok wayang wong yang dimotori oleh para lansia yang
diberi nama Wulandadari. Kelompok ini juga mempunyai reputasi yang cukup baik,
yaitu mengisi anjungan Jawa Timur di TMII Jakarta.
Editor : Robby Hidajat
Posting Komentar untuk "Sekelumit Tentang Wayang Wong Di Malang"