Damariotimes. Malang, 28 Mei 2022 di Dewan Kesenian Malang (DKM) dilangsungkan pameran perdana Asosiasi Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia AIDIA oleh Dosen-Dosen DKV se Malang Raya. Tajuk Pameran kali ini NGAVE yaitu “NGAlam Visual Exhibition”.
Foto Bersama pada Pembukaan Pameran DKVERSE 2022 di DKM (Foto ist.) |
Acara berlangsung santai, penuh
keakrapan dan antusias. Meningat pameran ini merupakan kali pertama. Tentunya
penuh energi yang disiapkan oleh panitia. Ketua panitia Mahendra Wibawa sangat
bersyukur, bahwa pameran perdana ini memberikan arti penting, utamanya bagi
para dosen, mahasiswa DKV, dan profesionalisme di Malang Raya.
Pameran yang berlangsung mulai tgl 28 Mei sampai 1 Juni 2022 ini dibuka oleh Dr. Pujiyanto, M.Sn. Pembina AIDIA Cabang Malang dan Dosen Prodi Desain Komunikasi Visual JSD FS UM. Dengan gayanya yang santai, comedian, dan serius menceritakan pengalaman pendirian AIDIA sebagai wadah ikatan professional bidang DKV. Selain dari pada itu juga disampaikan kata pengangar pada lounching Book Chapter yang ditulis oleh para dosen dan profesionalisme bidang DKV. Kata Pengantar yang disampaikan oleh Dr. Pujiyanto, M.Sn. sebagai berikut:
Pembukaan Pameran DKVERSE di DKM (Foto ist.) |
Perkumpulan Desainer Komunikasi Visual atau Indonesia Visual
Communication Designer Association atau Asosiasi
Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia yang terkenal dengan AIDIA
telah menggema di benak dosen desain grafis/desain komunikasi visual.
Organisasi profesi ini telah memiliki Akta Notaris nomor 15 tanggal 28 Agustus
2015 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor
AHU-0007021.AH.01.07 tahun 2015 yang ditetapkan di Jakarta tanggal 02 Oktober
2015. Atas dasar inilah AIDIA berkembang ke seluruh Indonesia termasuk cabang
di Malang. Untuk menunjukkan eksisnya, AIDIA Cabang Malang yang pengurus dan
anggotanya adalah Dosen saat ini mengadakan pameran bertajuk NGAVE yaitu “NGAlam
Visual Exhibition”. Para Dosen yang mahir berkarya ini terbiasa selalu dekat
dengan mahasiswa, namun kali ini mendekatkan diri dan berkomunikasi kepada
masyarakat melalui media komunikasi visual berupa dokumentasi, informasi,
publikasi, dan promosi. Bentuk desain sebagai medianya antara lain: Fotografi,
Vidografi, Modeling, Tipografi, Branding, Ilustrasi, Alternatif Media,
Reprografika, Sclupting, dan Drawing.
Pameran kali ini merupakan forum dialektika antara para Dosen
sebagai pengurus dan anggota AIDIA Cabang Malang dengan masyarakat melalui
media yang dipamerkan. Seorang Filsuf Idealis dari Jerman bernama Georg Wilhelm
Friedrich Hegel mengatakan dalam menghasilkan karya desain komunikasi visual
yang dijadikan sebagai media dialog diperlukan tiga tahapan yaitu Tesis,
Antitesis, dan Sintesis. Tesis dilakukan para perancang melalui penggalian
permasalahan atau issue yang terjadi di masyarakat, kemudian dilakukan melalui
Antitesis sebagai reaksi tanggapan berupa argumentasi kritis terhadap persoalan
yang terjadi untuk menghasilkan sebuah ide selanjutnya diakhiri berupa
kesimpulan berupa karya verbal dan visual dalam bentuk karya desain komunikasi
visual, seperti yang dipamerkan ini.
Karya yang dipamerkan merupakan potret kehidupan perancangnya.
Menurut Gyorgy Lukacs seorang ahli estetika dan kritikus dari Honggaria
mengatakan, kehidupan individu perancang dipotret untuk dijadikan suatu narasi
yang ditempatkan dalam kehidupannya melalui karya. Pendapat ini tampaknya
sesuai dengan hasil karya yang dipamerkan dimana kehidupan mereka berada.
Melalui karya ini sebagai tindakan nyata yang sudah lama bergelut di lingkungan
akademis yang merekam dirinya yang dipadukan dengan kehidupan di masyarakat
sebagai pemanis issue yang hangat. Keinginan-keinginan kadang bersifat semu,
berhandai-handai, dan berkhayal yang ditangkap para perancang untuk divisualkan
menjadi karya terbaik seperti yang dipajang dalam pameran ini.
Ada pula karya desain komunikasi visual yang mengarah pada
kesakralan. Peserta pameran menghadirkan karya berbasis tradisional menjadi
karya baru berupa desain kontemporer. Secara visual tampak adanya sesuatu yang
baru, tetapi tetap memperhatikan nilai kesakralan melalui nilai-nilai simbolis.
Seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman bernama Jurgen Habernas mengatakan
simbolisme dan religious merupakan identitas kolektif yang dibangun melalui
simbol-simbol kepercayaan yang ditapsirkan melalui romantika sacral. Pendapat
ini tampaknya melekat pula pada beberapa peserta pameran yang memerankan
dirinya sebagai komunikator yang masih peduli terhadap nilai-nilai luhur yang
harus dipertahankan, dikembangkan, dan diinformasikan dari generasi ke
regenerasi agar tetap lestasi.
Rollo May seorang psikolog eksistensial dari Amerika mengatakan
seseorang dalam berkreativitas diperlukan kepekaan terhadap perubahan sosial
budaya lingkungan secara objektif melalui simbol-simbol dan pola-pola baru.
Pendapat ini juga diterapkan para peserta pameran yang profesi utamanya sebagai
dosen desain grafis/desain komunikasi visual menunjukkan karya terbaiknya.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa dosen bisa menghasilkan suatu karya desain
merupakan bentuk penerapan bidang karya ilmiah. Karya desain komunikasi visual
yang dihasilkan dosen yang diwadahi oleh AIDIA Cabang Malang melalui proses
yang pendek tatkala kumpul bareng hingga menelurkan gagasan ini. Sangat cepat
dan pendek dalam menghasilkan karya yang dipamerkan ini.
Proses tersebut, kami teringat Tom Kelley seorang General Manger
IDEO terkemuka di dunia mengatakan orang tidak selalu melakukan hal yang benar,
kadang melalui lompatan yang diperlukan untuk memperpendek siklus dalam
menggali ide baru. Dalam waktu singkat, mereka harus berkarya tanpa memerlukan
waktu yang panjang dan lama. Hal ini dilakukan melalui tidak membutuhkan
perenungan panjang tetapi mengamati karya-karya yang telah ada untuk dijadikan ide sesaat untuk berinovasi
dalam menciptakan karya baru. Proses inovasi ini dilakukan para peserta pameran
sebagai proses loncatan berkreasi.
Adanya kesadaran sosial terhadap issue hangat masyarakat yang tidak
tertahan emosional perancang sehingga disampaikan dalam wujud karya desain.
Seperti kata seorang filsuf Jerman bernama Walter Benyamin bahwa merancang
diperlukan inovasi berupa pengalaman baru terhadap kesadaran sosial. Maka dari
itu dosen sebagai peserta pameran diperlukan kepekaan terhadap kondisi
masyarakat yang harus disampaikan melalui kritikan dalam wujud karya desain.
Ini merupakan cara penyampaian melalui media dalam desain komunikasi visual.
Secara disadari atau tidak, contoh karya-karya yang dipamerkan
mengarah pada kehidupan manusia di dunia ini yang tampak adanya ketenangan
namun sesungguhnya ada masalah besar atau kontradiktif dalam dunia nyata. Ada
yang mengangkat kehidupan dalam keluarga tampak harmonis padahal ada saja
kekurangannya yang menyebabkan keganjilan. Kehidupan di dalam laut yang cantik
penuh panorama indah ternyata ada kelompok ikan besar yang memakan ikan kecil,
terlebih lagi rusaknya habitat laut karena ulah manusia yang serakah. Suasana
pedesaan yang kelihatannya sejuk nyaman namun saat-saat tertentu terjadi
bencana alam yang merusak keindahan tersebut. Semua itu menandakan adanya sang
penguasa bermodal, pemilik jabatan, pembuat kebijakan yang dapat mempengaruhi,
menyetir, dan mengarahkan kaum lemah untuk menuruti kehendaknya demi kepuasan
dirinya, kelompok, dan golongan. Hal ini teringat seorang filsuf dari Italia
yang terkenal dengan hegemoni konsensusnya, bahwa kelompok yang besar tanpa
harus melakukan peperangan namun melalui cara halus ideology untuk dapat
mempengaruhi kelompok yang kecil/kalah. Itu semua seperti topeng-topeng para
kapitalis berwajah ganda untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Hidup
merupakan suatu permainan sebagaimana yang diceritakan pada “goro-goro” dalam
pewayangan yang disampaikan oleh para Punakawan.
Diperkuat oleh Herbert Marcuse seorang filsuf dan sosiolog dari
Jerman atau sebagai bapak “Penggerak Kiri Baru” mengatakan “dalam kehidupan
sehari-hari kita dikelabuhi oleh keinginnan palsu yang disebarkan oleh kelompok
kapitalis. Ini diekspresikan pada peserta pameran yang bertugas sebagai dosen
perguruan tinggi di wilayah Malang. Mereka sebenarnya protes terhadap kondisi
“tekanan” tugas-tugas kampus seperti pengajaran, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat, penyusunan borang, beban kerja dosen (BKD), publikasi, kepanitiaan
kampus, sasaran kinerja pegawai (SKP), pengisian sister, dan sebagainya. Begitu
banyaknya tugas dosen yang harus diselesaikan sehingga mereka “sambat” yang
secara halus seperti yang baru viral disampaikan dimedia sosial. Mereka terasa
terbelenggu oleh tugas-rugas dan aturan-aturan namun semua tugas dapat
diselesaikan meskipun dilakukan dalam kondisi “terpaksa”. Mereka “tidak lain
tidak” harus mengikuti perintah pada penguasa baik pemilik modal dan pemilik
kebijakan. Kondisi inilah juga menjadi dasar mereka mengirformaikan melalui
desain media komunikasi visual yang dirancangnya.
Bila diamati, karya-karya desain komunikasi visual yang dihasilkan
para pengurua dan anggota AIDIA Cabang Malang mengarah pada gaya grid layout,
picture window layout, dan specimen type layout. Gaya grid layout yang
penyajiannya melalui pengelompokan objek gambar sesuai panel dalam bidang
berukuran sama. Gaya ini memberi kebebasan para audisence untuk membaca atau
melihat dari sisi mana sesuai seleranya. Gaya picture window layout yang
menampilkan objek gambar yang menyebar memenuhi bidang. Objek yang utama
diletakkan di tengah-tengah bidang, sedangkan objek lainnya sebagai
pendukungnya. Perancang ingin menyampaikan banyaknya informasi yang harus disampaikan.
Gaya specimen type layout yang dirancang peserta pameran ini lebih menekankan
pada sisi verbalnya, sedangkan unsur lain hanya sekedar untuk mengejar
keseimbangan dan keindahan. Gaya ini mendekatkan diri melalui kata atau kalimat
untuk audience yang kurang memahami dari segi pesan visual.
Di akhir kata, mudah-mudahan seluruh karya desain komunikasi visual
menjadi inspirasi bagi masyarakat secara luas untuk ditindaklanjutinya. Hal ini
mengingatkan kita pada karya komik Tintin yang dibuat oleh Georges Remi atau
yang dikenal dengan nama Herge dari Belgia. Karya komik yang diterbitkan pada
tahun 1954 tersebut terdapat satu halaman yang bercerita fiksi tentang orang
dapat hidup di Bulan. Karya satu halaman ini laku dijual seharga Rp 22 miliar
di Balai Lelang Internasional. Komik yang memisualkan kehidupan manusia
mendarat di Bulan tersebut menjadi inspirasi NASA yang diwujudkan menjadi alat transportasi ke Bulan yang
dinamai Apollo 11. Akhirnya alat transportasi bernama Apollo 11 tersebut digunakan
oleh Neil Armstrong untuk menjelajahan ke pada tanggal 20 Juli 1969.
Semoga pameran ini menjadi tonggak sejarah Kota Malang khususnya
AIDIA Cabang Malang untuk mengembangkan potensi daerahnya dan dirinya melalui
desain komunikasi visual. Karya-karya yang dipamerkan sebagai penunjuk, tanda
Zaman, dan tanda visual yang ternyata di Malang ada AIDIA. Semoga kehadiran
pameran kali ini bukan berarti yang terakhir, tetapi sebagai penyemangat dalam
berkarya disela-sela mengajar di perguruan tinggi. Hidup para Dosen, hidup
AIDIA Cabang Malang, nafas dan kerjamu selalu kami tunggu. Selamat AIDIA Cabang
Malang, “Sukses Selalu-Selalu Sukses”.
Dr. Pujiyanto, M.Sn.
Pembina AIDIA Cabang Malang dan Dosen Prodi Desain Komunikasi Visual JSD FS UM
Posting Komentar untuk "PAMERAN DAN WORKSHOP DKVERSE DI DKM"