Damariotimes. Ajaran
moral yang menonjol di Asia Tenggara adalah penghormaatan terhadap leluhur. Terlebih
pada roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia. Roh senantiasa dilakukan
berbagai ritual untuk menenangkannya. Roh yang tidak mempunyai perlindungan
akan ‘gentayangan’ dan mengganggu anak cucu yang masih hidup.
Ilustrasi mudik (id.wikipedia.org) |
Keyakinan
tersebut ditekankan pada setiap anak laki-laki, utamanya anak laki-laki yang
sulung. Karena pada mereka yang dibebankan untuk dapat menyelenggarakan ritual
membahagiakan roh. Tidak jarang penghormatan para leluhur itu digelar wayang
kulit yang menceritakan tentang lakon-lakon kepahlawanan, di antaranya juga
lakon Ramayana.
Tradisi
penghormatan pada leluhur ini merupakan ajaran yang spiritual bagi masyarakat
di Asia Tenggara. Persebarannya keberbagai wilayah, termasuk ke Jawa dan mengalami mengalami varian, salah
satu yang dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk ketika melakukan perjalanan ziarah
yang dituliskan dalam kibab Megarakertagama
oleh empu Prapanca.
Tindakan Raja
Hayam Wuruk tersebut merupakan transformasi fungsi penghormatan roh leluhur,
hal ini menjadi fenomena yang memungkinkan telah mengalami perluasan fungsi,
yaitu sebagai upaya untuk menghimpun sakti raja, kekuatan spiritual yang
dikarenakan oleh ritual persiarahan pada leluhur yang telah dicandikan di
berbagai tempat. Bahkan raja Hayam Wuruk juga pernah menyelenggarakan ritual Sraddha, peringatan 14 tahun
sepeninggalnya Sri Rajapatni; nenek raja Hayam Wuruk.
Penghormatan roh
leluhur ini adalah perilaku spiritual yang dipandang oleh orang Jawa memiliki
nilai yang baik, bagus, dan luhur. Perilaku ini hingga serangan tetap dilakukan
oleh masyarakat Jawa yang disebut dengan nyadran
ke pasarehan (makam) leluhur. Mendatangi
makam leluhur di bulan ruwah;
memersihkan makam, menebar bunga, membacakan doa.
Nyadran yang dilakukan masyarakat Jawa hingga
terkait dengan fenomena ‘mudik’ adalah sebuah ritual sosial yang dimaksudkan
untuk menyucikan alam mikrokosmos. Setiap orang berusaha untuk termotivasi
dalam situasi yang ‘baru,’ berpakian baru, makan makanan yang lezat, tidak
seperti makanan yang dikonsumsi sehari-hari, dan yang terpenting adalah memohon
pada para leluhur untuk dapat diberikan restu, doa, berkah untuk menghimpun
energi setahun mendatang.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Fenomena ‘Mudik’ dan Penghormatan Pada Leluhur"