Damariotimes. Tulisan ini dicuplik dari salah satu makalah yang ditulis oleh Drs. Supriyono (Alm.), salah satu dosen di Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik, Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Kepiawaiannya dalam bidang tata rias dan busana sangat produktif dalam menganalisis unsur-unsur dibidang tersebut.
Perlu diketahui lebih lanjut, bahwa ”sanggul” atau
”gelung” sangat dikenal luas di lingkungan etnik Jawa. Di setiap daerah di Jawa
mimiliki kekayaan jenis dan tata rambut
yang khas untuk wanita. Baik untuk tari atau kegiatan adat tertentu.
Wanita Jawa telah mengenal berbagai bentuk dan jenis ”sanggul”
atau ”gelung” setidaknya dapat diperhatikan secara teknis tata rambut yang
berkaitan dengan ”gelung”. Dikarenakan pada umumnya wanita Jawa memiliki rambut
yang panjang.
Pada perkembangannya, ternyata wanita Jawa tidak selalu memiliki rambut panjang, maka digunakan ”cemara” yaitu rambut panjang palsu yang kemudian dilipat secara melinggkar. Ini sebenaranya bukan karena setiap sanggul harus menggunakan ”cemara” tetapi perkembangan berikutnya ”cemara” dianggap tidak paraktis, maka digunakan ”sanggul” palsu yang secara lebih cepat dapat dipasang.
Bentuk ”sanggul” Jawa
dengan berbagai versinya menunjukan karakteristik wanita yang halus, sopan, dan
tidak banyak menggerakan kepala secara dinamis. Maka berbagai bentuk tari yang
menggunakan bentuk sanggul Jawa tentunya dapat menyesuaikan dengan pola sanggul
Jawa yang besar dan seolah-oleh berat ke belakang. Sudah barang tentu jenis dan bentuk sanggul
ini memiliki maksud dan tujuan tertentu, utamanya untuk mengendalikan gerak
wajah. Dengan bersanggul semacam itu tidak dimungkinkan wanita Jawa melakukan
gerakan wajah yang sepontan dan agresif. Sehingga kesadaran menata wajah dan
pandangan mata yang selalu terkontrol, sehingga tampak etika kesopanan dapat
terekspresikan.
Editor : R. Hidajat
Posting Komentar untuk "Sanggul Tradisional Jawa dalam Membentuk Etika Sosial Wanita"