Damriotimes. Karya tari yang ditampilkan di atas adalah salah satu bentuk yang ditrapkan untuk siswa sekolah dasar. Tujuannya diberikan kegiatan menari salah satunya adalah sebagai terapi, yaitu terapi social. Dengan harapan siswa dapat mengenali dirinya sendiri, dan menyadari kondisi sosial dan lingkungan mereka di sekolah. Karya Dra. Suci Narwati ini memberikan trapi bagi siswa agar mereka mampu menyadari aspek religiusitas, sosial interaktif, dan juga pengenalan kepribadian.
Tari Anak-Anak untuk trapi sosial Karya Dra. Suci Narwati (Foto Ist.)
Y. Sumandiyo Hadi salah
satu Guru Besar ISI Yogyakarta yang mengemukakan dalam bukunya berjudul Sosiologi Tari. Dalam uraiannya menyinggung
secara singkat, fungsi tari sebagai pendidikan terapi. Uraiannya lebih fokus
pada terapi yang diperuntukan sebagai rehabilitasi sosial.
Paparannya sebagai
berikut: Pendidikan terapi (therapy)
adalah sejenis penyembuhan untuk membantu idividu memiliki kemampuan mendorong
dirinya sendiri untuk mengatasi masalah di dalam kehidupannya, serta membantu
individu untuk bereaksi dan berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Tari
dianggap sebagai bentuk pendidikan terapi (dance
therapy), karena gerakan tari dapat diterapkan dalam system pembelajaran
untuk membantu seseorang dalam rangka penyembuhan meningkatkan daya kepekaan
terhadap lingkungannya secara maksimal dalam batas-batas potensinnya sendiri.
Pendidikan terapi dengan
gerak tari, semata-mata pelembagaan tari tidak ditonjolkan sebagai “seni
pertunjukan” yang dapat dinikmati atau ditonton secara artistik, tetapi lebih
mementingkan arti terapi atau usaha membantu penyembuhan. Oleh karena itu,
pendidikan ini bukan tujuan seninnya atau the meaning of art, tetapi
ditujukan kepada hasil atau manfaatnya
atau utilituy. Pendidikan ini dapat diterapkan di lingkungan masyarkat atau
sisial yang sedang mengalami gangguan mental atau fisik.
Di lingkungan
masyarakat yang sedang mengalami
gangguan mental secara tiba-tiba, terutama bagi orang-orang yang sedang sakit karena ketergantungan
obat-obatan terlarang, seprti narkoba, rokok, maupun jenis minuman keras,
sehingga menjadi lemah mentgal. Sementara gangguan secara fisik untuk
memulihkan daya kekuatan, misalnya pendidikan psioterapi atau terapi gerak bagi
orang-orang yang sedang terganggu fisiknya karena stroke.
Di samping untuk
pendidikan bagi orang-orang yang sedang mengalami gangguan seperti di atas,
pendidikan terapi tari biasa dilakukan bagi anak-anak atau orang dewasa yang
sejak pembawaannya kurang normal atau terbelakang mentalnya, seperti pendidikan
untuk anak-anak tunagrahita. Anak-anak
tunagrahita biasannya lemban dalam perkembangan sosialnya, maupun
kecendasannya, sehingga sulit berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Perlembagaan pendidikan
terapi dengan tari atau gerak olah tubuh telah banyak berkembang di dunia maju
yang sangat memperhatikan perkembangan
sosialnya, seperti nhegara-negara Eropa
maupun Amerika. Biasanya perlembagaan pendidikan ini berada di pusat-pusat rehabilitasi, seperti rehabilitasi anak-anak
cacat, ketergantungan obat-obatan terlarang, maupun rehabilitasi bagi
orang-orang yang sedang terganggu mental maupun fisiknya.
Pendidikan terapi
tari di Indonesia dapat dikatakan masih
langka, perhatian perkembangan tari ke arah terapi masih membutuhkan waktu
untuk belajar. Kondisi ini merupakan sebuah langkah yang mengharapkan para
ahli-ahli pendidikan tari untuk mengkonsentrasikan diri.
Pengembangan pendidikan
terapi tari yang harus dirintis adalah kerjasama lintas disiplin, seperti
menjalin kerjasama dengan para ahli kedokteran mental, psikologi, dan ahli-ahli
rehabilitasi sosial. Beberapa guru anak-anak autis ada yang menerapkan musik untuk
membangkitkan reaksi motofirk; secara sepintas anak-anak itu termotivasi
menggerakan kaki, tangan, kepala, atau juga badan. Usaha ini tampak belum
sangat maksimal, bahkan masih dalam tarap eksperimental. Dalam seni tari ada sebuah metode imitasi,
setidaknya guru anak-anak autis dapat menerapkannya. Tujuan yang paling
sederhana adalah membantu rengsang visual mereka, setidaknya akan berkembang
pada aspek kognitifnya, bahkan secara simultan dapat juga diharapkan adanya
reaksi verbal.
Terapi tari juga dimungkinkan diberikan pada
para tentara, kegiatan latihan yang
keras perlu diimbangi oleh kegiatan rekratif (aesthetic pleasure) berupa bentuk-bentuk tari sosial, atau
tari-tari komikel. Sehingga ketegangan
mental yang mereka alami berbulan-bulan, terlebih ketika mereka baru
menyelesaikan tugas pengamanan di daerah-daerah yang rawan komplik.
Editor : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Fungsi Tari Sebagai Terapi Sosial dan Rehabilitasi"