Drs.Sunari Pelukis serba bisa ( Foto ist. ) |
Di
dalam sanggar (studio) lukis milik Sunari terpampang karya-karya
yang berukuran besar, tema yang lukisan tradisional dan juga kritik sosial memenuhi
dinding. Jika sekilas diamati lebih lanjut, koleksi
karya-karya lukis yang beragam itu mencerminkan bahwa seniman ini tak pernah berhenti
berkarya.
Lukisan karya Sunari S Hardina ( Foto ist. ) |
Proses
kreatifnya dan pepormanya mirip seperti Bagong Kusudiharjo; memberi wejangan wawasan budaya
Nusantara pada cantrik mentriknya. Ternyata suami ibu Sri
Hardina ini Pengagum Maestro Tari Modern Indonesia Bagong Kusudiharjo
Jogjakarta.
Damariotimes
pagi yang cerah ini terlibat dalam diskusi empat
topik bahasan yang di perbicangkan. (1) Iklim Budaya wilayah, (2) sikap dan karakter
berkesenian, (3) Teknik
Seni, dan (4)
Kesehatan.
Seniman memang harus sehat, karena seniman itu terkenal hidup tidak sehat. Maka Sunari
menganjurkan; Pelukis yang akrab dengan penari dan pangrawit sekarang harus sangat estra hati-hati mengonsumsi
makanan. Makanan yang enak-enak sangat
rentan mengganggu kesehatan. Terkait
masalah Kesehatan, pelukis yang gemar membaca ini merasa sangat
sedih, karena banyak seniman
sepuh yang meninggal, sambil menyebutkan koleganya yang pada gugur, matanya
berkaca-kaca seraya menarik nafas panjang;
Sumantri, Suwarno, Muhajir,Satar, Chatam Ar, Rasimun, Karimun, Madio, Kasdu,
Tomo, Tari, Juariah, Sutik, Suar,Suami, Yudhi Sidharta dan Yuwono.
Nama nama yang
disebut di atas
adalah seniman Malang
yang pernah mengharumkan nama Malang.
Karya-karyanya memang dihasilkan dari kreativitas dan kepedulian terhadap seni tradisional serta mengacu pada masa depan.
Karya-karya mereka hingga sekarang menjadi rujukan.
Pelukis yang satu
ini memang luas wawasan budayanya, karena selain memiliki segudang pengetahuan
tentang seni rupa, juga mendalami ilmu seni tari Topeng Malang, saking panatiknya
dengan Wayang Topeng Malang, sampai kedua anaknya di beri nama Galuh Sekar
Melati dan Panji Peksi Branjangan.
Membicarakan iklim Budaya wilayah, dia
membandingkannya wilayah Malang
dan Yogjakarta.
·
Masyarakat Yogjakarta
sangat menghargai dan mendukung kegiatan olah seni, hal ini bisa dilihat ketika
ada seniman ber eksperimen, seniman Berkarya, masyarakat seniman Yogyakarta
berbondong bondong untuk melihat dan mengapresiasi apapun karyanya dan siapapun
senimannya.
·
Yogyakarta membanggakan, institut
seni Yogyakarta fokus mencetak seniman berwawasan dunia, maka lulusan
Yogyakarta sangat membanggakan.
·
Masyarakat/ seniman Malang kurang merspon
dan tidak mendukung manakala ada teman temannya yang unjuk karya, hal ini
menjadi Iklim berkesenian di Malang terasa kurang sehat.
·
Kampus kesenian di Malang
fokus di bidang pendidikan, jika ingin memperdalam keseniannya perlu nyantrik
pada Seniman sepuh sebagai narasumbernya.
Guru Seni Rupa di Charis
National Academi ini prihatin melihat perkembangan kualitas penari di Malang, dia
membandingkan dengan penari dekade tahun 1980an ketika Sanggar Laras Budi
Wanita ( LBW ) Sanggar Swastika,
dan Senaputra berjaya.
Keluarga Drs.Sunari S Hardina (Foto ist.) |
Penari sekarang
bangga dengan teori dari kampusnya tanpa diimbangi memperdalam ilmu dari sumber
aslinya, hasilnya penari sekarang kurang greget dan tidak punya karakter.
Sunari
dengan semangat mengingatkan, bahwa belajar di Kampus itu belajar
tehnik dan pengetahuan, jika ingin belajar sikap
berkesenian dan karakter
harus datang ke narasumber, ke seniman tradisi.
Seniman yang lahir
tahun 1951 ini menyarankan agar Seniman tetap semangat tetap tekun tetap berkarya,
karena menjadi seniman tidak daftar kepada siapa-siapa,
tapi menjadi seniman adalah pilihan hidup, maka diusianya yang sudah genap 70
tahun ini Mbah Sunari S Hardina tetap semangat dan terus berkarya sambil
bersenang-senang dengan istri dan anak cucunya.
Editor. : Harda Gumelar
Posting Komentar untuk "Sunari S. Hardina Pelukis Tua yang Terus Berkarya"