Menjemur Gabah di Depan Rumah (Foto Ist.) |
Tradisi
menjemur gabah adalah simbol status sosial. Secara tidak disadari bahwa gabah
itu merupakan bentuk harta atau kekayaan. Sehingga dengan banyaknya gabah yang
dijemur di halaman dimungkinkan dapat menunjukan berapa banyak harta yang
dimiliki secara berkala. Bahkan bagi mereka yang memiliki rumah tradisional, di
depan rumah selalu ada lumbung padi. Besar lumbung padi itu juga menunjukan
kekayaan yang mereka miliki.
Kekayaan
yang dimaksud tidak hanya berupa finansial atau uang sebagai bentuk penukaran
dari gabah yang mereka miliki. Namun harta yang dimaksud adalah banyaknya
keluarga, anak-anak laki-laki atau menantu yang ditunjukan sebagai asset,
bahkan juga ada yang menunjukan banyaknya pegawai laki-laki. Hal ini sebagai
bentuk transformasi dari kepemilikan tenaga yang disebut ‘bau’. Orang-orang
yang dibayar untuk mengurus asset atau kekayaan yang dimiliki. Dalam kaitan ini
adalah ‘gabah sebagai asset’ yang dimiliki oleh para petani secara berkala,
bisa dalam waktu tiga bulanan, atau enam bulanan.
Tradisi
menunjukan kekayaan ini hampir secara umum dilakukan, jika memperhatikan
tradisi nelayan yang mereka menunjukan kekayaan tidak menunjukan banyaknya ikan
hasil tangkapan. Tapi kekayaan yang ditunjukan adalah emas yang digunakan oleh
para wanita. Jika wanita-wanita nelayan menggunakan barang emas berlebihan, hal
itu pertanda keluarga nelayan yang kaya. Namun jika melihat, bahwa wanita
nelayan tidak menggunakan askesoris apapun. Hal itu pertanda bahwa masyarakat
nelayan itu miskin.
Editor : Muhammad ‘Afaf Hasyimy
Posting Komentar untuk "Menjemur Gabah Di Depan Rumah Menjadi Simbol Status Sosial Petani Jawa Masa Lalu"