Tamplilan Wayang Topeng Kedungmonggo Malang Jawa Timur (Foto ist.) |
Lakon Panji yang
menjadi repertor adalah menampilkan tokoh sentral antara lain, Kelana Sewandana
sebagai tokoh Antagonis, sementara tokoh protagonis adalah Panji Asmarabangun,
Sekartaji, dan Raden Gunungsari.
Wayang Topeng Malang merupakan salah
satu warisan kearifan budaya khas di Jawa Timur. Seniman tari di Jawa Timur
mulai sadar ketika usiai penyelenggaraan Festival Sendratari Ramayana di
Pandaaan Jawa Timur tahun 1972. Kontingen Jawa Timur waktu itu tidak menyadari
benar, bahwa mereka tampil dengan tari
gaya Surakarta. Dari pada itu, rasa gundah dan resah mulai berkecamuk. Oleh
karena itu mulai menyadari, bahwa dasar materi khas Jawa Timur mulai jadi
pemikiran dan pencarian.
Seni Pertunjukan Wayang Topeng yang
dipandang potensial, mulai diburu sejak tahun 1972. Salah satu sukarelawan yang
getol memburu materi khas Jawa Timur adalah AM. Munardi. Dia dengan penuh
harapan menjelajah wilayah yang sangat asing, yaitu Malang. AM Munardi
dipertemukan dengan pengembang Wayang Topeng di Desa Jabung. Perkumpulan yang
waktu itu masih aktif mengadakan pementasan adalah Wayang Topeng Wira Bakti
pimpinan Kangsen. Pertemuan AM Munardi dengan Kangsen dan seniman-seniman yang
lain di Wilayah Tumpang membangkitkan
seni pertunjukan Wayang Topeng di desa-desa yang lain, salah satunya adalah
Wayang Topeng dari Desa Kedungmangga di Kecamatan Pakisaji.
Salah satu perkumpulan di Desa Kedungmangga
yang diberi nama Asmarabangun itu dikembangkan oleh almarhum Karimoen. Kini
diwarisi oleh cucu-cucunya, yaitu yang aktif menggerakan organisasi adalah
Suroso dan Tri Handaya. Keduanya memiliki harapan besar mengembangkan, sehingga
sentra seni pertunjukan Wayang Topeng di desa itu terus mengalami kemajuan dan
seringkali diundang ke berbagai kegiatan pementasan.
Upaya perkumpulan Wayang Topeng
Asmarabangun mengembangkan dan mempertahankan eksistensi di gagas pertunjukan
berkala sebulan sekali yang jatuh pada hari senin
legi. Senin legi ini merupakan hari yang digunakan untuk melakukan suguh pundhen belik kurung, Jika
dilakukan setahun sekali, kegiatan itu merupakan waktu untuk melakukan ritual bersih desa. Hanya saja pada akhir-akhir
ini greget untuk menggelar Wayang Topeng sebagai ritual bersih desa sudah
semakin memudar. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan lingkungan dan sistem sosial dalam lingkungan
masyarakat di Desa Kedungmangga.
Gebyak
senen legi itu merupakan suatu cara untuk mempertahankan perkumpulan,
sasaran yang ingin dicapai dari semangat ini adalah untuk menarik perhatian
wisatawan. Sungguhpun pengusaha perjalanan wisata belum mencium usaha ini.
Sehingga, turis yang datang masih belum menjanjikan pengembangnya. Hal ini
dikarenakan hubungan antara seniman dan event didaerah Malang masih belum
tumbuh variasi. Maka jika hanya datang menonton Wayang Topeng saja tentu
membuang waktu. Hal ini yang perlu dipikirkan lebih mendalam dan menjalin
hubungan yang saling memberikan kemungkinan prospek ekonomis yang menjanjikan.
Jika atraksi pariwisata pertunjukan ini
ingin diakses secara potensial, maka para pelaku seni pertunjukan di berikan
atau mendapatkan kesempatan duduk berbicara dengan pengurus PH-RI. Sungguhpun
pengurus PH-RI di Malang masih belum melirik potensi wisata pertunjukan.
Penumbuhan bentuk-bentuk objek pariwisata diperlukan beberapa sentra yang
memberikan daya dukung yang khas. Rumah makan khas, alam yang menarik untuk
dinikmati selama perjalanan menuju sentra, terkait dengan alam. Di gelar pada
waktu menjelang petang, udara yang sejuk, dan objek lain yang mendukung,
termasuk cindramata dan makanan khas.
Editor : Marsam Hidajat
Posting Komentar untuk "Wayang Topeng Malang Dan Pengembangan Pariwisata"