Tahukah Topeng Malang yang Dikoleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta?

Topeng Malang yang dikoleksi museum Sonobudoyo Yogyakarta (Foto Ist.)

            DAMARIOTIMES - Wayang topeng Malang adalah salah satu jenis dramatari yang ditampilkan oleh penari bertopeng dengan iringan gamelan Jawa. Pertunjukan tradisional ini menggelar lakon yang bersumbre dari Lakon Panji (Siklus Panji).

            Persebaran pertunjukan wayang topeng ini hampir di seluruh kabupaten Malang, bahkan telah dikenali secara meluas oleh masyarakat yang masih mengingatnya di tahun 1930-an.

Menyimak laporan Pigeaud (1938); pemukiman dan perekonomian di Malang sudah lama berkembang. Salah satu Bupati yang memimpin daerah Malang tercatat nama Bupati Ario Adipati Sam, yang memerintah antara tahun 1934-1942. Periode tersebut merupakan pemerintahan Bupati Malang menjelang masa Kemerdekaan Republik Indonesia. Berdasarkan informasi Pigeaud (1938) yang diperoleh dari Bupati Malang Adipati Ario Surioadiningrat yaitu bahwa  wayang  topeng di Kabupaten Malang tersebar di berbagai desa. Bukti bahwa pertunjukan topeng tersebar di berbagai desa terdapat pada kutipan berikut. Pada tahun 1928 di Kabupaten Malang terdapat 21 koleksi topeng. Pemain-pemain topeng yang terkenal asalnya dari Desa Pucangsongo di Kecamatan Tumpang; di zaman dahulu kepala desa tersebut, yang bernama: Saritruno, terkenal karena pandai menari topeng. Belum Lama ini di Malang dan sekitarnya semua pemuda dan priyayi harus dapat menari topeng; karena itu pada pesta-pesta tidak jarang tari topeng dilakukan oleh para priyayi…topeng masih dibuat di Kecamatan Karangploso (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Blimbing – Kota Malang) (Th. Pigeaud. 1938).

M. Soleh Adi Pramono adalah seorang pimpinan Padepokan Seni Mangundharmo dari Dusun Tulus Besar,  Tumpang. Ia sebagai salah satu keturunan dalang topeng yang bernama Kek Tirtonoto. M. Soleh Adipramono meyakini bahwa tokoh yang bernama Reni dari Dusun Polowijen tersebut sezaman dengan tokoh topeng dari Pucangsongo yang bernama Kek Ruminten. Kek Tirtonoto menceritakan kepada M. Soleh Adipramono sebagai berikut. Ketika terjadi banjir kali ‘sungai’ Amprong yang bermata air di pegunungan Tengger, Kek Ruminten seorang penduduk Desa Pucangsonggo, Kecamatan Poncokusumo pergi  melihat genangan air kesawahnya. Waktu itu air masih pasang, bahkan sawah-sawah di desa itu semuanya terendam, bahkan di beberapa bagian dialiri air bah yang cukup deras. Tiba-tiba di dekatnya terdapat potongan batang pohon, penduduk setempat menyebut dengan istilah: Dugel. Batang kayu yang hanyut itu berhenti di dekat Kek Ruminten, kemudian kayu tersebut diambil dengan harapan dapat digunakan untuk diang ‘perapian untuk penghangat ruangan’. Setelah kayu tersebut dikeringkan, kemudian dibakar. Ternyata kayu tersebut tidak termakan api. Kemudian timbul niat untuk dijadikan topeng. Dari potongan kayu yang kurang lebih 50 cm itu dibelah dan dipotong menjadi 4 bagian, masing-masing dijadikan topeng Klana, Gunungsari, Panji Asmorobangun, dan Patrajaya.

Topeng-topeng itulah yang dianggap pertama kali sebagai cikal bakal keberadaan wayang topeng di Dusun Pucangsongo sekitar awal abad XX. Bisa jadi keberadaan topeng di Pucangsongo tersebut yang pernah dicatat oleh Th. Pigeaud dari keterangan seorang lurah bernama Saritruno, di Pucangsongo. Kek Ruminten adalah kemenakan Reni, pengukir topeng dari Dusun Polowijen.

Karimoen (1935-2010) pimpinan Wayang Topeng Asmarabangun di Dusun Kedungmonggo juga membenarkan  bahwa pemahat topeng yang terkenal di Malang dari Karangploso yaitu di Desa Polowijen, sekarang Kecamatan Blimbing, Malang yang bernama Reni. Reni adalah guru Gurawan dari Dusun Mbangeran, Wijiombo, Gunung Kawi.  Sejarahwan Onghokham juga mencatat kisah tentang Reni dan kelompok wayang topeng dari daerah lain. Onghokham juga secara khusus menceritakan tentang Reni yang berkaitan kaitannya dengan tokoh wayang topeng dari Desa Jabung, seperti dalam kutipan di bawah ini. Pada tahun 1930-an seorang petani kaya yang bernama Reni tinggal di desa ini (Polowijen). Dia adalah salah satu pembuat topeng terbesar gaya Malang dan memimpin salah satu rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Di dunia wayang topeng Malang kini, Desa Polowijen terkenal sebagai desa Reni. Pada masanya, wayang topeng mencapai salah satu titik puncak. Perkembangan ini tentu saja sebagaian disebabkan oleh sumbangan dari Bupati Malang pada waktu itu, R.A.A. Soeria Adiningrat, yang menyuplai Reni dengan bahan-bahannya (lempengan emas tipis, cat yang baik, kayu) dan membantu menetapkan standar artistik (Onghokham. 1972).

Pertunjukan wayang topeng di daerah Malang sejak masa popularitas Reni telah tersebar di banyak tempat, khususnya di desa-desa. Persebaran wayang topeng meliputi Wajak, Dampit, Senggreng, Ngajum, dan di daerah lainnya (Timoer, 1989). Sekitar tahun tahun l970-80-an  masih ditemukan  informasi tentang keberadaan tokoh-tokoh wayang topeng yang tersebar di berbagai desa di Kabupaten Malang. Seperti ditemukannya salah satu tokoh wayang topeng yang berusia 100 tahun yang bernama Wiji dari Desa Kopral Sumberpucung. Wiji memiliki sejumlah pengalaman yang pada umumnya tidak berbeda dengan tokoh-tokoh wayang topeng yang lain, seperti halnya Reni. Mbah Wiji pernah dikenal sebagai dalang wayang topeng, pengukir topeng, dan penari. Topeng-topengnya banyak dibeli oleh perkumpulan Wayang Topeng di Desa Jenggala, Kecamatan Kepanjen.

Koleksi topeng yang sekarang ada di museum Sonobudoyo Yogyakarta ini berasal dari Java Instituut. Yayasan ini bergerak di bidang kebudayaan yang meliputi wilayah kajian Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Didirikan pada tahun 1919 di Surakarta. Sebagian besar, termasuk topeng berasal dari limpahan Java Instituut. Sehingga tidak mustahil, bahwa wayang topeng di Malang sudah dikenali oleh masyarakat dunia sejak awal abad XX.

 

 

Penulis            : R. Hidajat
Editor              : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

Posting Komentar untuk "Tahukah Topeng Malang yang Dikoleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta?"