Mengubah Amarah Menjadi Anugerah

Ilustrasi: Dokumen Pribadi

DAMARIOTIMES - Ingatkah Anda? Kapan terakhir Anda marah? Dan bagaimana cara Anda meluapkan kemarahan tersebut? Menurut KBBI, marah adalah rasa sangat tidak senang karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dan sebagainya. Berbagai bentuk ungkapan marah diwujudkan oleh seseorang mulai dengan berteriak, memukul, membentak, diam, dan ekspresi lainnya.

Prancis, dikutip dari John Farndon (2011) dalam bukunya “The World’s Greatest Ide”  dunia dibangunkan dari kesadaran kolektif pentingnya manajemen emosi ini, Daniel Golemen, Richard Boyatzis dan Annie McKee (2004) mengutip hasil penelitian yang menyatakan bahwa suasana hati (emosi) yang baik membuat orang memandang orang lain atau peristiwa dengan cara yang lebih positif. Pada gilirannya membuat orang lebih optimis tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, meningkatkan kreativitas, dan ketrampilan dalam mengambil keputusan dan membuat orang menjadi suka membantu.”

Bagaimana dengan kita? Sudahkah rasa marah atau emosi kita termanajemen sehingga menjadi sesuatu yang bernilai atau empati untuk orang lain?

Ternyata menulis adalah salah satu terapinya. Dengan menulis, orang dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas. Rasa marah yang berorientasi pada emosi negatif dapat terkelola dengan baik dan tidak merugikan ketika dituangkan dalam bentuk tulisan.

Ungkapan emosi yang dituangkan secara tertulis akan mengurai beban yang memenuhi kepala manusia. Marah merupakan perasaan mendalam sebagai jawaban atas frustasi, sakit hati, kecewa atau terancam. Sehingga membutuhkan penetrasi yang dapat meredam naiknya emosi.

Melalui  tulisan, kemarahan dapat tersalurkan dan lebih bernilai dengan sentuhan seni. Bahkan akan menjadi kenangan yang dapat ditertawakan di kemudian hari. Bagi penulis tertentu, kemarahan adalah sumber finansial yang produktif karena dapat menjadi sumber inspirasi yang mendorong untuk melahirkan karya yang menggugah dan kritis. Melalui produktivitas tertulis, seorang penulis mampu mengelola rasa marahnya menjadi benda bernilai dengan estetika yang dapat diapresiasi lebih. Bahkan mendatangkan keuntungan yang mungkin di luar dugaan pengkaryanya.

Bagaimana dengan kita? Masihkan kita mengumbar emosi dan amarah kita kepada perihal yang tidak jelas? Atau menjadikan amarah kita menjadi valuable dan berkelas?,


Kontributor                 : Dwi Ariana
Editor                          : Muhammad ‘Afaf Hasyimy

1 komentar untuk "Mengubah Amarah Menjadi Anugerah"

  1. Rizka Ananda Romadhon dari X DPB 2. Jika seseorang memilih untuk diam saat marah apakah seluruh emosinya bertumpuk? Menurut saya hal yang paling efektif saat meredahkan emosi ialah menggambar sebuah garis lurus yang dimana jika garis tersebut tumpul maka lama kelamaan emosi kita akan habis

    BalasHapus